"Ayo, dong Kakak sikat gigi dulu sebelum bobo.." 
"Enggak, ah.. gak mau" sambil kabur keluar dari kamar 
"Eits, mana ya.. anak bunda yang baik dan pinter.. yang sudah bisa sikat gigi.."





Percakapan tersebut adalah salah satu contoh dari sekian ribu penolakan anak terhadap ajakan menyikat gigi. Ada saja cara anak untuk menolak sikat gigi mulai dari mendiamkan ajakan, menolak secara verbal hingga menangis-nangis tidak mau diajak menyikat gigi. Well, you are not alone, because all parents in the world also felt the same way. Sama banget, putri saya dulu susaaaaahh diajak sikat gigi. Jangankan diajak, diminta duduk untuk dibersihkan mulutnya pakai kassa saja dia nangis kejer. Astaga, bikin puyeng emak.

Anak-anak dalam masa pertumbuhannya diibaratkan seperti mesin yang terus berproses untuk menghasilkan energi. Nah, gigi dan mulut ini termasuk salah satu komponen mesin tersebut. Ketika ada satu kerusakan pada komponen mesin maka berpengaruh juga ke seluruh bagian. Oleh karena itu, kesehatan gigi anak di awal pertumbuhan dan kehidupan ini sangat penting.





Orang tua tentunya ingin anak memiliki gigi yang sehat dan tidak tanggal sebelum waktunya. Ya, bayangin aja gitu anak-anak belum sekolah TK giginya sudah cokelat kehitaman karena karies kasihan anak jadi bermasalah giginya. Sebagai orang tua kita pasti ingin mencegah hal tersebut. Caranya dengan membiasakan anak rutin membersihkan gigi sejak gigi susu pertamanya tumbuh. Ya, dalam usia sedini mungkin.

Inilah tips berikut yang saya rangkum berdasarkan pengalaman, konsultasi dengan dokter gigi juga diskusi dengan beberapa emak-emak lainnya. Silahkan menyimak!


1. Mulai Sedini Mungkin


Sejak anak mulai mengenal makanan pendamping air susu ibu (MPASI) sudah wajib hukumnya membersihkan mulut anak ya. Terlebih saat anak sudah memiliki gigi pertama (usia di bawah satu tahun) kita bisa membersihkan gigi dengan kassa steril dan air hangat. Caranya, basahi kassa dengan air hangat lalu ajak anak membuka mulut untuk digosok giginya. Jangan lupa sambil diverbalkan bahwa giginya sedang dibersihkan supaya tetap sehat. Komunikasi penting walaupun anak belum sepenuhnya mengerti alasan tetapi semakin lama anak akan paham. Jadi, jangan takut memulainya.





Saya sendiri memulai pakai sikat gigi sejak Kristal usia delapan bulan pas gigi pertama sudah tumbuh. Sebelum ada gigi saya hanya memakai kassa. Saya hanya menyikat, tanpa memakai pasta gigi dan anaknya pun di awal merasa geli karena bulu halus sikat. Usia setahun susah diajak sikat karena mulai merasa geli dan tidak enak. Akana tetapi, tetap dibiasakan dan dicontohkan oleh saya dan ayahnya.

2. Ibu dan Ayah sebagai Contoh


Anak adalah peniru ulung, apa yang dilihat akan diserap lalu dilakukan. Di rumah, orang tua menjadi contoh pertama anak dalam menyikat gigi juga. Jangan mengharap anak suka sikat gigi rutin jika ibu dan ayahnya saja malas menyikat gigi. Perlihatkan bahwa ayah juga ibu suka menyikat gigi secara teratur sebelum tidur dan setelah sarapan. Memang sih, awalnya susah kalau tidak biasa tapi ya demi anak sehat kita juga mesti semangat membiasakan hal-hal baik. 




3. Gunakan Sikat Berbulu Lembut


Di pasaran sudah banyak dijual sikat gigi khusus bayi dan anak. Kita bisa memilih mana saja yang cocok dengan kriteria gigi anak. Pilih sikat gigi berbulu lembut jika ingin mengenalkan sikat gigi. Saat giginya mulai muncul, gosokkan gusinya perlahan. Kita hanya perlu membasahi sikat gigi dengan air dan belum perlu menggunakan pasta gigi. Penggunaan pasta gigi disarankan bagi anak usia satu tahun ke atas. 



4. Pilih Media Belajar yang Cocok


Teknologi yang sudah berkembang membuat sarana belajar semakin banyak. Salah satu diantaranya adalah keberadaan video dan permainan yang mudah diakses melalui gawai. Saya sendiri menggunakan video saat mengajarkan Kristal sikat gigi. Video ini berupa lagu dengan animasi anak-anak menyikat gigi. Video ini cukup ampuh untuk membuat anak tertarik menyikat gigi. Ajak anak nonton bersama dan beri penekanan sikat gigi itu penting supaya sehat.





Pilih video yang terdapat anak sedang menyikat gigi. Lebih bagus lagi jika ada animasi kuman sebagai gambaran jika tidak sikat gigi kuman akan merusak gigi anak. Jika menggunakan permainan dapat memilih yang berbentuk prosedural seperti membersihkan gigi tokoh permainan tersebut. Intinya, menggunakan media untuk membantu anak memahami cara menyikat gigi dan pentingnya menyikat gigi. 


5. Contohkan dengan Cara yang Menyenangkan


Sebagai ibu saya juga gemas jika anak enggan menyikat gigi. Padahal sudah diberi sikat gigi yang lucu dan menarik. Tapi apa daya kalau anak malah mengemut bulu sikat? Haha.. Pengen maksa aja rasanya supaya cepet. Godaan memaksa ini bisa menjadi bumerang loh, karena anak nanti bukan suka sikat gigi malah jadi takut. Jadi, kita harus sabar membuat pengalaman menyikat gigi menyenangkan bagi anak. Enggak mudah, tapi setelah berhasil akan puas melihat anak yang tiap lihat sikat gigi meminta menyikat gigi, haha... 





Saya kutip dari laman IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) bahwa efek gigi yang rusak mengganggu anak dalam memperoleh gizi yang cukup. Selain itu, ternyata 90,05%  penduduk Indonesia mengalami masalah kerusakan gigi yang paling banyak disebabkan karies gigi atau gigi berlubang. Jadi terbayang dong ya, betapa pentingnya melatih anak untuk mau menyikat gigi. Jika anak memiliki gigi sehat maka asupan gizinya pun mudah terpenuhi. Anak yang giginya sehat lebih mudah makan dibanding anak yang giginya gampang sakit karena sudah karies.

Selamat berjuang untuk semua orang tua yang sayang sama anaknya. Dengan membiasakan anak menyikat gigi berarti kita sudah berinvestasi jangka panjang. Insya Allah, mencegah penyakit jauh lebih baik daripada mengobati dan tentu akan meningkatkan kualitas hidup anak jadi lebih baik.
















"Memangnya kamu pikir memaafkan itu gampang?"
"Enggak, memaafkan enggak segampang minta maaf."


Dua kalimat yang sering terdengar dari lisan-lisan manusia yang merasa disakiti. 

Angkuh? Sempit pikir? Tapi apa benar orang yang tidak mau memberi maaf begitu angkuhnya mereka?


Maaf, sebuah kata yang penuh makna. Jika diberikan imbuhan me-kan maka memaafkan merupakan sebuah hal yang kadang masih terasa berat. Jika ditambahkan imbuhan di-kan maka dimaafkan adalah sebuah hal besar yang memerlukan dada lapang melakukannya. Sungguh memberi dan meminta maaf merupakan hal berat kecuali untuk orang-orang yang sungguh lapang dadanya.

Siapa yang tidak pernah terluka hatinya? Wah, pertanyaan yang kurang tepat jika ditanyakan kepada manusia sepertinya. Manusia dengan emosi dan karakteristik yang berbeda tentunya sangatlah berisiko terluka hati. Entah sebab ucapan atau perilaku selama berinteraksi.


Memaafkan mengapa terasa begitu berat? Ah, kamu tidak merasakan sakit hati yang saya rasakan. Sudah, tak perlu komentar kamu. Asal kamu tahu, sakitnya tuh disini! *tunjuk dada 

Eits, saya manusia yang juga pernah merasa sakit hati. Dalam batas wajar, ada hal-hal yang membuat saya sebel, kesel dan dongkol sama ucapan atau perilaku orang lain loh. Dan itu wajar. Namun, bagi yang pernah disakiti sebegitu dalamnya secara langsung ataupun tidak dan benar-benar sulit sekali memaafkan. Siapapun orang itu, mestilah sulit membuka pintu maaf.

Kita marah, besar banget. Tak termaafkan, sungguh. 

Saya pikir, memaafkan adalah yang yang harus kita selesaikan untuk bisa melanjutkan hidup. Kalau kita tetap menyimpan luka lama, membawa-bawanya terus maka kita hanya akan melukai diri sendiri. 



Sebenarnya sih, kita tidak akan menyakiti orang lain dengan menolak memaafkan (bahkan sebagian besar sudah tidak peduli lagi mungkin pada kesalahannya), tetapi kita hanya akan menyakiti diri sendiri.

Nah, supaya bisa move on dan melanjutkan hidup memaafkan sebenarnya merupakan hal yang perlu kita terima dan lakukan. Sebab kita akan berisiko terjebak pada masa lalu terus menerus, tidak mampu menjadi diri yang kita mau atau mencapai hal yang kita ingin capai.

Memaafkan tidak bermakna bahwa kita "baik-baik saja" dengan yang telah si pelaku lakukan atau memaklumkannya. Memaafkan tidak ada hubungannya dengan orang yang menyakiti kita karena ini tentang diri kita di masa depan.

Jadi, seperti yang dikatakan Mr. Borysenko benalah bahwa memaafkan itu menyelesaikan bisnis lama agar bisa bebas dari kontaminasi atau cemaran masa lalu. Melelahkan memang jika kita hanya berkutat dengan rasa sakit yang itu-itu lagi. Faedahnya tidak didapat hanya saja makan hati terus menerus. Bebaskan jiwa, pikiran dan raga dengan memberikan maaf sebab dirimulah yang membutuhkannya.





Sejak usia Kristal deket-deket dua tahun, saya sudah niatkan untuk membuat cat air sendiri. Ngapain sih pake repot banget bebikinan gitu? Eits, buat yang memang ada hobinya sih menyenangkan dan memuaskan aja bisa bikinin mainan untuk anak sendiri, ya kan. Nah, Saya ini model-model emak yang begitu deh, haha...





Kelebihan bikin cat air sendiri buat saya:

HEMAT
Bahan yang dipakai untuk membuat cat mudah didapatkan dan termasuk dalam harga yang terjangkau. Bayangkan saja kalau beli di toko bahan seni agak cukup menguras kantong yah. Saya sempat cari di katalog online ada yang selusin sekitar Rp 100.000,00 dan ada juga yang satuan dengan harga Rp 50.000,00 per warna. Mayan yaks. iye mayan bisa buat bikin ayam panggang madu wkkwk makan melulu. Inilah sebabnya saya getol dan niat sungguh-sungguh bikin cat air sendiri, puas deh mau bikin sepanci juga bisa kok.



AMAN
Bahan cat dari benda-benda yang tidak berbahaya karena berasal dari produk yang dipakai kita sendiri. Misalnya, tepung maizena (sudah jelas ini mah bisa buat masak kan, jadi AMAN!). Ada lagi Body Lotion (ini sih yang make emaknya ya, haha) AMAN! Terakhir, Bedak bayi sebenernya eksperimen saya sendiri. Iseng lihat komposisi bedak bayi eh, nemu corn flour (tepung jagung) nah, ini mah sama aja kayak maizena dong ya. Berarti bisa dipake buat nambahin adonan cat-lah ya. Berhubung juga bedak bayi masih banyak dan sudah mendekati masa kadaluarsa ya jadilah saya masukkan dalam ramuan cat air. Ini salah satu pengamalan ilmu dibuang sayang, wkwkw.


Alat dan bahan:
  1. Tepung Maizena/ Tepung Jagung (2 sdm)
  2. Body Lotion (Secukupnya) *bagi anak alergian bisa diganti dengan losion bayi yaa.. 
  3. Bedak Bayi (Secukupnya)
  4. Baby Oil (Beberapa tetes)
  5. Pewarna Makanan (Pakai warna primer aja merah, kuning, biru)
  6. Wadah Muffin
  7. Stik Pengaduk
  8. Sendok
  9. Mangkok Pencampur




Cara Membuat:
  1. Campurkan tepung maizena dengan bedak dan body lotion
  2. Aduk rata ketiga bahan. Takarannya sampai adonan cat cukup kalis tercampur seperti pasta.
  3. Pisahkan beberapa sendok adonan ke dalam wadah muffin. Wadah muffin ini saya pake karena ada aja di rumah dan sudah menganggur jadi difungsikan kembali. Pakai wadah sisa-sisa botol plastik biasa juga bisa yang ada tutupnya lebih baik.
  4. Berikan lima tetes pewarna merah, biru dan kuning masing-masing. Lalu aduk rata hingga tercampur ke semua adonan. Jika warna yang diinginkan masih belum pas, silakan tambah lagi beberapa tetes. Nah, warna primer bisa dicampur. Ambil lagi adonan, campur warna merah dan kuning untuk mendapatkan oranye, warna biru dan kuning untuk jadi hijau serta warna biru dan merah untuk jadi ungu. 
  5. Bentuk adonan akan seperti pasta, agar menambah cerah tambahkan baby oil ke masing-masing adonan warna cukup dua atau tiga tetes saja. Aduk lagi.
  6. Penggunaannya gampang, cukup ambil beberapa bagian dari cat air. Lalu, dicampur lagi dengan sedikit air (cukup kental seperti cat) dan bisa langsung untuk melukis. Jangan lupa siapkan kertas dan kuas.
Setelah semua dicampur





Manfaaat Aktivitas bagi anak: 
  • Merangsang kemampuan motorik halus. Melukis dengan kuas melatih koordinasi jari-jari untuk bergerak membentuk lukisan. 
  • Belajar mengenal warna, bentuk-bentuk yang dilukis.
  • Mendukung koordinasi mata dan tangan anak. 
  • Merangsang kreativitas


Pas melukis saya ajak Kristal buat bikin cap tangan dan kaki dari cat air ini. Awalnya dia geli-geli jijik gitu tapi akhirnya malah suka main ceplak cap tangan di kertas.

Judul Buku: Play and Learn ABC
Penulis: Roger Priddy
Penerbit: St. Martin's Press by Priddy Books
Batasan usia: 2+
Tahun Terbit: 2013
Tebal: 10 halaman Board books 
ISBN: 9780312516383




What a good book! Itu kalimat pertama saya untuk buku ini. Tampilan luarnya sangat menarik selain itu juga terdapat keterangan pembatas di setiap halaman berbeda. Sebenarnya isi dari buku anak ini diantaranya huruf alfabet dari A sampai Z, gambar nyata (bukan ilustrasi) serta nama dari benda tersebut (dalam bahasa Inggris tentunya). Agaknya karena jumlah benda begitu banyak seakan sampai 100 buah benda maka penerbit menyebutkan first 100 words pada sampul depan. Pendapat saya, ini merupakan penarik perhatian bagi konsumen. Coba bayangkan saja satu buku dengan tampilan menarik berisi seratus kata. Siapa yang tak tergoda. Padahal sih siapa juga yang mau menghitung isi kata di buku ini ya?



Pada halaman pertama, para orang tua pasti akan jatuh suka dengan model slide and find dari buku ini. Dengan jujur saya akui, bentuk slide ini sangan menarik. Ketika ditutup berupa huruf dan saat dibuka ada gambar dan nama bendanya. Duh, anak-anak sudah pasti sangat dibuat penasaran. Hasil cetakan dan tampilan bagian slide and find juga rapi tidak terlihat menumpuk.



Lanjut lagi ke halaman lift the flap, anda akan disuguhkan dengan tampilan apik dari sebuah benda yang ketika dibuka lipatannya berisi gambar dan satu kalimat. Ini sebenarnya cukup menarik, tetapi menjadi kekurangan jika pembaca adalah anak di bawah dua tahun (seperti anak saya) karena dia malah tertarik untuk merobek bagian lift the flap dan iya robeklah satu bagian buku itu sekarang, huhhu.. sedih. Oleh sebab itu, benarlah adanya keterangan target pembaca pada buku ini adalah untuk dua tahun ke atas. Kalau saya sih, karena kebetulan BBW di BSD nemu ini maka saya beli aja padahal usia anak masih setahun lebih dikit waktu itu jadi ya belum sesuai banget. *Emang emaknye gatell belanjain buku anaknya, heheh.



Pada halaman touch and feel kita akan menemukan gambar yang menstimulasi sensori anak. Ada cermin, ada kulit jeruk dan bulu kelinci yang akan membuat anak terkesan. Pengemasan bulu kelinci palsu begitu rapi sehingga tidak meninggalkan kesan menggembung karena diisi bulu. Penuh warna yang cerah dan ceria sangat menarik bagi anak-anak. 


Kelebihan buku ini adalah tampilan yang menarik, apik dan cocok untuk anak usia dua tahun atau lebih. Gambar nyata yang dipilih penulis cocok untuk memberikan kesan kepada anak yang masih belajar mengenal benda dan menyebut nama benda. Bentuk board book yang tidak bersudut tajam sangat aman bagi anak. Jadi, orang tua tidak perlu khawatir meninggalkan anaknya membaca sendirian. Hanya saja ukuran yang terlalu besar bagi para toddler membuat buku ini agak sulit dibawa sendiri oleh anak. Perlu usaha dan kekuatan lebih agar mampu membawa buku ini sendirian. Anak saya pun terlihat keberatan saat membawa dan memindahkan buku ini sendirian. 

Dibandingkan kekurangan, buku ini lebih banyak bagusnya. Selain itu, juga terdapat keterangan batas usia pembaca buku pada bagian sampul belakang. Ini yang menurut saya sangat penting bagi calon konsumen yang akan membeli buku. Sebagai orang tua yang membelikan anaknya buku pasti tidak mau salah membeli buku kan. Oleh sebab itu, keberadaan keterangan usia ini sangatlah membantu.

Saya sebagai orang tua sangat terbantu mengenalkan nama benda. Sekarang si Kakak sudah bisa menyebutkan nama benda jika saya tanya ini apa sambil menunjuk, juga sudah lancar menunjukkan benda mana yang saya tanyakan. Overall untuk buku yang banyak manfaatnya ini saya berikan bintang lima dari lima.





Di era dimana teknologi berkembang pesat maka produk teknologi itu pun jadi turut serta berpengaruh dalam perkembangan anak. Bagaimana pengaruh serta batasan penggunaan gadget untuk anak agar tidak berlebihan. Berikut pembahasannya dalam diskusi grup di rumah main anak.


RESUME MATERI KULIAH WHATSAPP RUMAH MAIN ANAK 5, 6, 7
Judul Materi: Ketika Anak Terpapar Gadget
Pemateri: Chairunnisa Rizkiah, S.Psi
Peresume: Asrining Tyas Handayani


Sekitar satu tahun lalu, saya menonton sebuah video berjudul “A Magazine Is an iPad That Does Not Work”. Di video tersebut diperlihatkan seorang anak berusia 1 tahun yang diberikan sebuah majalah. Alih-alih membalik halaman-halaman majalah tersebut, si anak mencoba memperlakukan majalah seperti komputer tablet, yaitu mengutak-atiknya dengan jari. Videonya bisa ditonton di link ini  

Pada usia 0-2 tahun, perkembangan kognitif anak berada pada tahapan sensorimotor. Artinya, anak butuh input sensori untuk belajar. Perlu benda nyata yang bisa dipegang, diamati, dan diutak-atik. Apa yang terjadi di video yang saya ceritakan di atas, adalah kasus anak usia di bawah 2 tahun hanya tahu cara memegang komputer tablet, kemungkinan tidak pernah diberi waktu untuk bermain dengan buku yang nyata, dan akibatnya salah mempersepsi majalah sebagai tablet.

American Academy of Pediatrics merekomendasikan orangtua untuk tidak memberi screen time (waktu untuk menonton TV, video di laptop, dan game di layar) untuk anak berusia di bawah 2 tahun. Aktivitas yang disarankan adalah aktivitas-aktivitas “dunia nyata” yang dapat merangsang perkembangan sensorimotor anak. Contoh kegiatannya banyak sekali, dan saya yakin ibu-ibu di grup ini juga sudah dapat bekal ilmunya (Untuk anak-anak berusia di atas 2 tahun, waktu yang ‘ideal’ pun hanya dua jam sehari. Jadi, screen time hanya menjadi salah satu variasi kegiatan, bukan sebagai kegiatan andalan untuk anak. Apalagi kalau digunakan untuk ‘menjinakkan’ anak yang tidak mau makan atau saat orangtua sedang sibuk.

Istilah gadget tidak hanya mengacu pada smartphone, melainkan semua perangkat teknologi yang ‘canggih’ termasuk laptop/komputer. Tidak bisa dipungkiri, ada manfaat gadget untuk pendidikan, di antaranya adalah:
  • menyediakan sarana belajar yang merangsang kreativitas dan keterampilan problem solving anak melalui games
  • menjadi sarana untuk menstimulasi perkembangan indra pendengaran dan pemahaman cerita, misalnya saat mendengar/menonton lagu dan cerita
  • menunjang anak untuk menjadi melek teknologi, dan sejumlah games merangsang kemampuan koordinasi mata-tangan (karena anak harus melihat gambar sambil menggerakkan jari).

Namun, semua yang berlebihan tentunya tidak baik. Apakah ada kenalan atau saudara ibu-ibu di sini yang anaknya tidak mau makan kalau tidak sambil menonton video? Atau yang anaknya bisa menonton video di tablet selama berjam-jam dan harus dipaksa untuk istirahat? Atau, yang gelisah dan mencari-cari bila sehari saja tidak bertemu smartphone/tablet? Sad to say, ini bukan kejadian langka di era teknologi digital seperti sekarang. Bahkan saat ini ada istilah "digital nanny", yaitu ketika orangtua meninggalkan anak sendiri dengan gadget seperti halnya anak ditinggal dengan pengasuh. Padahal, ahli teknologi seperti Steve Jobs (Apple) dan Evan Williams (Twitter) justru sangat membatasi akses gadget ke anak-anak mereka dan lebih banyak mengajak anak bereksplorasi lewat kegiatan "dunia nyata" dan membaca buku. 

Kerugian lainnya dari penggunaan gadget yang tidak tepat antara lain:

  1. Membiarkan anak bermain sendiri dengan gadget tanpa didampingi juga berarti tidak mendorong terciptanya interaksi antara anak dan orangtua.
  2. Bermain gadget persis sebelum tidur (misalnya, membiarkan anak dengan gadget supaya dia akhirnya mengantuk sendiri) juga tidak baik bagi tubuh, karena sebelum tidur tubuh perlu untuk bersiap-siap dan menurunkan tingkat aktivitas. Hal ini tidak hanya berlaku pada anak-anak, tetapi juga orang dewasa.
  3. Membatasi kegiatan fisik yang merangsang perkembangan koordinasi motorik halus dan kasar. Gadget digunakan sambil duduk, dengan posisi leher biasanya kaku dan mata hanya terpaku pada layar. Orang dewasa saja tidak disarankan duduk terlalu lama di depan computer, apalagi anak-anak.

Dr. Ari Brown (New Tech City, WNYC), seorang ahli tumbuh kembang anak, menyarankan agar ada aturan di rumah terkait penggunaan gadget. Hal ini terutama dalam penggunaan smartphone dan computer tablet, yang saat ini lebih mudah diakses oleh anak. Dari berbagai sumber (linknya saya beri di bagian bawah tulisan ini), berikut sejumlah aturan tentang penggunaan gadget yang dapat diterapkan di rumah:
  1. Buat aturan yang tegas tentang waktu, tempat, dan durasi penggunaan gadget. Misalnya, tidak ada gadget saat makan, di kamar mandi (iya, anak-anak yang sudah sekolah ternyata bisa bawa hp ke kamar mandi dan chatting lama di dalamnya), sebelum PR selesai, di kamar tidur. Batasi waktu penggunaan gadget dalam sehari, misalnya maksimal 2 jam sehari, maksimal jam 5 sore.
  2. Beri pemahaman bahwa gadget yang dipegang anak adalah milik orangtua, bukan milik anak. Jadi orangtua berhak meminta gadget tersebut bila diperlukan atau bila anak menggunakannya tidak sesuai kesepakatan. Kadang ini yang jadi mispersepsi anak. Gadget dianggap setara dengan mainan-mainan lain yang dia punya, sehingga bisa dipakai kapan saja. Padahal, gadget yang ia pakai juga dipakai oleh orangtuanya, terutama handphone. Adik saya sendiri dulu sempat suka berlama-lama menggunakan smartphone ibu, tapi diingatkan, “Itu kan hp mama,” dan harus mengembalikannya bila diminta. Anak yang sudah lebih besar (4-6 tahun) juga bisa diberi tanggung jawab untuk melapor bilang baterai gadget sudah lemah dan perlu di-charge, bukan langsung main tinggal kalau gadgetnya habis baterai. 
  3. Pantau kegiatan anak di gadget. Cek aplikasi apa saja yang digunakan, video seperti apa yang ditonton anak (terutama di youtube dkk). Di grup ini fokusnya anak usia 0-6 tahun, namun untuk anak yang sudah SD atau lebih besar, orangtua juga perlu memantau anak di media sosial.
  4. Jadilah orangtua melek terknologi yang bisa mengatur filter konten internet yang dapat diakses anak. Mode “restricted access” bisa digunakan untuk mengantisipasi agar anak tidak “nyasar” membuka laman-laman internet yang aneh-aneh. Update informasi juga tentang cerita kartun anak-anak, apakah ada yang mengandung konten tidak ramah anak. Tidak semua film kartun baik untuk anak-anak, Bun.
  5. Untuk anak usia dini, penggunaan gadget harus didampingi dan diawasi orangtua. Jangan biarkan anak bersembunyi di kamar sambil membawa gadget. Repot? Begini loh Bun, iya sih anak nonton video Barney yang bagus  untuk pendidikannya, tapi orangtua juga perlu menjelaskan dan mengajak anak berdiskusi tentang apa yang dia tonton. Dengan begitu anak bisa mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang pesan yang ingin disampaikan oleh Barney. Seperti itulah penggunaan gadget sebagai media belajar, seperti halnya media lain yang butuh pendampingan orangtua. Jadi nanti anak bukan cuma ingat lagunya saja ;)
  6. Evaluasi penggunaan gadget orangtua. Jadilah role model untuk anak dalam penggunaan gadget, karena anak belajar banyak dengan meniru orangtua. Bila anak tidak diperbolehkan makan sambil memegang gadget, orangtua juga perlu menghindari memegang gadget sambil makan, kecuali bila ada telepon yang memang perlu diangkat.
  7. Anak-anak hari ini hidup di era yang berbeda dengan kita dulu. Dalam sejumlah hal seperti teknologi, perbedaannya begitu signifikan sehingga orangtua yang berasal dari generasi anak-anak pra-digital menghadapi culture shock dan merasa gaptek. Saya pribadi menganggap gadget tetap bermanfaat sebagai media belajar dan hiburan, asal ada rambu-rambu yang ditaati dalam penggunaannya. Seiring dengan perkembangan zaman, mari terus belajar juga supaya orangtua punya pengetahuan yang memadai tentang tantangan-tantangan yang dihadapi anak-anak kita saat ini. Semangat kita.

Referensi:

http://women.asiaone.com/women/parenting/how-make-sure-your-kids-arent-addicted-gadgets#sthash.IEcrAHmh.dpuf 
http://www.parentherald.com/articles/6210/20150430/10-gadget-rules-for-kids-at-home.htm
http://www.huffingtonpost.com/manoush-zomorodi/screen-time-rules_b_2207906.html
http://women.asiaone.com/women/parenting/how-make-sure-your-kids-arent-addicted-gadgets
http://www.nytimes.com/2014/09/11/fashion/steve-jobs-apple-was-a-low-tech-parent.html?_r=1
http://healthland.time.com/2011/10/20/no-screen-time-for-2-year-olds-do-ipad-apps-count/



Tanya - Jawab:

1⃣ Untuk waktu penerapan bergadget, lebih baik ditetapkan setiap hari dengan batas waktu maksimal 30 menit, atau misalnya hanya sabtu minggu tapi lebih dari 2 jam?
Ayu/ umar 5th 10bln/ RMA 5


*Jawab*
Bunda Ayu yang baik,
Walaupun anak hanya pegang gadget di hari sabtu dan minggu, bukan berarti durasinya dirapel untuk mengganti waktu weekdays yang tidak pegang gadget. Yang menjadi concern utama adalah bila anak "memelototi" layar gadget (yang terang itu) dalam waktu lama, terutama karena anak-anak biasanya menggunakan gadget untuk bermain atau menonton video. Kita pun kalau terus-terusan melihat layar dalam waktu lama akan mengalami pusing dan mata lelah.  30 menit untuk anak usia dini sudah cukup lama untuk memegang gadget. Kalau gadget hanya diberikan pada akhir pekan, tetap saja sekali duduk pegang gadget perlu dibatasi waktunya. Misalnya 30 menit, stop dulu, nanti lanjut lagi di waktu lain setelah kegiatan-kegiatan lain yang tidak kalah penting dilakukan. Jadi anak juga tidak merasa weekend-nya adalah hari kebebasan untuk memegang gadget selama apapun :) Saya kembalikan lagi ke aturan yang ada di rumah, berapa lama sampai harus stop dulu dan kapan bisa dilanjutkan lagi pegang gadgetnya. Semoga jawabannya membantu ya 


2⃣ Assalamualaikum
Anak saya usia 5 tahun dan 2 tahun. Biasanya tiap hari nonton tv kurang lebih 3 jam perhari dan kadang main tablet(anak yg usia 5 tahun) maksimal 30 menit tapi tidak tiap hari. Apakah waktu yg digunakan untk gadget tersebut masih termasuk normal atau tidak?
Usrotul hasanah/ Madura/ 5 tahun/ RMA5


*Jawab*
Wa'alaikumussalam bunda :)
3 jam sehari di depan TV itu sudah termasuk lama terutama untuk si bungsu yang baru 2 tahun. TV juga termasuk gadget kan ya ☺ Kalau 1 film kartun itu 30 menit, berarti dalam 3 jam anak menonton 6 episode kartun. Orang dewasa saja kalau hanya menonton acara yang penting seperti berita, dokumenter, atau ceramah agama, maksimal sehari hanya sekitar 3 jam juga. Jadi untuk anak-anak bahkan 2 jam sudah termasuk lama. Kalau anak menggunakan waktunya untuk bermain, 3 jam itu sudah lama sekali. Durasi penggunaan tabletnya masih OK Bun, tolong dijaga supaya konsisten menerapkan batas waktunya. Perlu diperhatikan juga anak bermain apa di tablet dan iseng-iseng saja tanya anak bagaimana cara bermain game di tablet itu supaya anak tetap bersuara. Mudah-mudahan jawabannya cukup jelas ya Bunda :)


3⃣ Pertanyaan saya simple sbnrnya. Saya pernah lihat postingan kalau gadget itu benar2 tidak ada gunanya sama sekali untuk anak dibawah 2 tahun. Namun skrg kan banyak aplikasi lagu2 anak gitu mba di gadget. Boleh gak siy sebenarnya mba untuk diberikan ke anak? Karna anak bisa juga belajar lagu dari aplikasi itu kan. Nah tapi melihat postingan tadi saya jadi ragu.
Makasi banyak ya Mba.
Paula/ Jakarta/ 21m/ RMA5


*Jawab*
Selamat pagi Bunda Paula yang baik :)
Saat materi ini disampaikan di RMA 1-3, secara umum memang anak di bawah usia 2 tahun sebetulnya tidak butuh gadget. Tapi ada kondisi-kondisi khusus, seperti ayah sedang tinggal terpisah dengan anak dan hanya bisa berkomunikasi dengan videocall, maka anak diberikan akses gadget hanya untuk berbicara dengan ayahnya. Tetapi tidak perlu untuk gaming. Ada juga app yang labelnya "game stimulasi anak", tapi untuk anak usia di bawah 2 tahun (di atas 2 tahun juga sih), stimulasi anak dengan benda nyata itu jauh lebih baik :) 
Kalau lagu-lagu anak, saya pun setel lagu dari CD player ke murid-murid, tapi anak diajak bergerak dan mengikuti lirik lagunya. Begitupun kalau mengunduh lagu-lagu anak ke tablet/handphone, apakah cuma audio atau ada gambar videonya? Kalau bentuknya video, apakah cuma ditonton oleh anak berkali-kali?  Sepengetahuan saya, mengajak anak usia 2 tahunan diajak nonton video lagu anak di handphone atau tablet itu bukan sesuatu yang benar-benar tidak boleh sama sekali dilakukan alias big no no. Tapi perhatikan seberapa sering anak boleh melihatnya, dan kegiatan apa yang dilakukan anak bersama orangtua untuk melanjutkan stimulus dari video itu. Kita sering lihat anak menangis lalu dialihkan dengan mengajak anak menonton video lagu anak. Atau orangtua sibuk melakukan hal lain jadi anak diberi tontonan lagu anak-anak di tablet supaya "anteng". Yang seperti ini tentunya penggunaan gadget yang tidak baik untuk anak ya Bun, apalagi kalau anak-anak di bawah 2 tahun dibiarkan sendiri seperti itu. Setelah menonton video, orangtua bisa tutup saja layarnya sehingga hanya lagunya yang terdengar, lalu ajak anak bergerak-gerak mengikuti lirik lagu. Atau menggambar tokoh yang ada di video lagu tadi. Masih ada kan cara untuk memanfaatkan lagu-lagu anak di gadget tanpa harus terus terpaku melihat gadget. Mudah-mudahan jawabannya membantu ya


4⃣ Bagaimana kalau yang kecanduan gadget adalah orang tua. Dlm hal ini sang ayah. Karena aktivitas kerjanya di biro wisata yg setiap waktu harus standby karna dihubungi konsumen.terutama saat kebersamaan dengan anak. Sehingga Seringkali malah anak yang mengingatkan. Sebagai seorang ibu tentunya jadi bingung bagaimana mendisiplinkan aturan pd anak karna dsisi lain dia melihat aturan dilanggar. Bagaimana solusinya bunda? 
Dian/ Purbalingga /4y /RMA7


*Jawab*
Bunda dian yang baik,
Saya klarifikasi dulu ya istilah "kecanduan gadget" ini :) "Kecanduan" itu kondisinya orang maunya "nempel" terus ke gadget dan gelisah kalau lepas dari gadget. Misalnya, sehari tidak main game jadi uring-uringan. Atau kalau gadget rusak tidak tertarik melakukan kegiatan lain karena yang seru hanya gadget. Kalau orang-orang yang pekerjaannya adalah customer service online, admin website, dsb yang memang di depan komputer, tidak bisa dikatakan kecanduan karena kegiatannya itu adalah tugas. Kalau suami bisa bebas tugas, saya yakin dengan senang hati akan pergi dari depan komputer :) Anak umur 4 tahun setahu saya sudah bisa mengerti tentang pekerjaan. Bisa saja bunda ajak anak untuk lihat, ayah sedang kerja apa, tugasnya apa, apa sih yang ayah lakukan di depan komputer. Jadi kegiatan ayah di depan komputer bukan sedang main game terus-terusan, berbeda dengan aturan gadget untuk anak. Mohon maaf, apa ayah harus standby seharian sampai malam setiap hari, atau ada staf lain yang bergantian bertugas? Akan lebih baik kalau ayah juga menyediakan setidaknya 30 menit waktu bebas untuk bersama anak, sehingga anak juga melihat sendiri bahwa ayahnya juga bisa beranjak dari depan layar komputer. Mudah-mudahan jawabannya membantu ya Bun :)


5⃣ Saya IRT dg anak 21 blan. Saya sadar kalau TV dan gadget tdk boleh buat anak saya mbak.  Tp kdg kalau lagi down nya saya hidupkan tv supaya saya bs masak, bs rehat. Bgmna cara menguatkan diri kita spy tdk menghidupkan tv atau gadget terutama jk pny anak d bawah 2 tahun mbak? Kdg kalau lgi sadar2 nya seharian itu tv off dan no gadget. Tp kalau lg capek atau sibuk ga bs nemenin anak main, tv bs hidup gadget hudup. Kira2 apa yg hrus saya lakukan spy komit mbak. Terima kasih.
Nurul faizah/ Cikarang/ Ghozi 21m/ RMA7


*Jawab*
Bunda Nurul yang baik,
Setiap keluarga punya kondisi khusus masing-masing yang kadang tidak bisa dipukul rata. Idealnya memang anak usia di bawah 2 tahun tidak ketemu gadget, tetapi dengan kondisi di rumah, misalnya kalau di rumah ada kakek-nenek yang menonton tv, tentu kondisinya jadi tidak ideal kan. Tapi bukan berarti orangtuanya lantas jadi dianggap "lalai" :) Jadi yang penting Bunda Nurul berusaha sesuai kemampuan di kondisi yang mungkin tidak ideal ini. Misalnya kalau tv nyala, channel mana yang masih aman dilihat anak. Pastinya bukan acara sinetron atau gosip kan ya  Dan batasi berapa menit, jadi masaknya juga dikira-kira berapa menit. Kalau siang setahu saya masih ada acara anak-anak. Atau pasang video yang sesuai usia anak. Tapi kalau tv nyala, gadget mati. Pilih salah satu saja. Dan tetap jangan lama-lama. Gadget tidak baij dijadikan senjata untuk membuat anak "anteng" karena nanti dia akan terbiasa "nagih" minta gadget. Kalau anak pegang gadget, anak bisa didudukkan di tempat yang terlihat oleh bunda yang sedang memasak. Jadi bukan bunda di dapur dan anak di kamar, misalnya. Jadi walaupun pegang gadget, anak masih bisa diajak ngobrol dan ditanya tentang apa yang dilihatnya di gadget. 
Tapi lebih baik lagi, tv dan gadget mati, bunda cari inspirasi kegiatan bebas untuk anak di RMA  Sebenarnya tidak cuma supaya bunda bisa punya waktu untuk masak, tapi juga kalau perlu melakukan kegiatan lain. Ada permainan-permainan yang bisa dilakukan anak sendiri dan bunda cukup mengamati dari tempat memasak. Misalnya bermain runah-rumahan, susun balok, tempel-tempel gambar, dsb. Mudah-mudahan jawabannya membantu ya.


6⃣ Pertanyaan saya, bagaimana memperbaiki anak usia balita yang sudah gadget addict? Gadget addict nya suka bermain hp, meski tidak main game hanya sekedar liat poto diri nya atau vidio dirinya sndri, bagaimana sikap sebagai orang tua untuk memperbaiki gadget addict ini dan menghilangkan gadget addict ini pada anak tersebut.
Yulfitri ardiana/ Tangerang/ Athar Dzulfiqar/ 3th8bln/ RMA7


*Jawab*
Bunda Yulfitri yang baik,
Pertanyaan berikut bisa digunakan untuk memperkirakan ketergantungan anak kepada gadget: 
1. Berapa lama waktu yang dihabiskan anak dengan hp? Apakah melihat foto dan video itu dilakukan terus-menerus dalam waktu lama? Karena kalau dari penjelasan Bunda, anak tidak bermain game atau menonton video anak-anak/Youtube. Biasanya dua hal ini yang membuat anak lengket dengan gadget. Apakah durasinya sangat lama sampai perlu dikategorikan "addict"?
2. Bagaimana respon anak kalau gadgetnya diambil? 
3. Bagaimana respon orangtua saat anak bereaksi seperti itu? Apakah orangtua mengalah atau tetap mengambil gadgetnya
4. Apakah anak bisa dialihkan kalau diajak melakukan kegiatan lain? Butuh waktu lama atau sebentar saja?

Mengingat usia anak yang sudah hampir 4 tahun, anak sudah bisa diberitahu aturan yang penting tentang gadget: gadget itu punya orangtua bukan punya anak. Anak hanya meminjam, dan kalau pinjam harus dikembalikan. Jadi anak tahu kalau orangtua meminta gadgetnya dikembalikan, dia tidak perlu marah karena memang bukan miliknya. Poin ini ada di materi juga.
Selain itu, untuk mengurangi perilaku yang tidak diinginkan, kita perlu menambah/meningkatkan kegiatan lain. Kalau menurut orangtua saat ini anak terlalu lama memegang hp, gantikan dengan kegiatan lain yang bebas gadget (ada banyak inspirasinya di RMA ). Misalnya, kalau anak mau lihat foto dan video dirinya, alternatif lainnya bisa dengan mencetak beberapa foto lalu bersama-sama membuat album foto. Album foto ini bisa dilihat berkali-kali dan kalau isinya ditambah terus, bahkan bisa jadi project khusus untuk anak. Sesekali melihat video dirinya sendiri tidak apa-apa ya Bun, apalagi anak juga kan lihat sendiri dia direkam dengan handphone oleh Bunda. Asal diberitahu di awal, nontonnya 1x atau 2x saja setelah itu hp dikembalikan ke bunda. Mudah-mudahan jawabannya membantu 




IG : @rumahmainanak
FB : Rumah Main Anak
Web : www.rumahmainanak.com