Siapakah yang pernah mengalami kesulitan mengajak anak untuk makan sayur-sayuran?
Tak bisa dipungkiri hampir semua pernah mengalami kesulitan membuat anak makan sayur. Memang ya, mengenalkan jenis makanan yang satu ini jauh lebih besar perjuangannya dibandingkan jenis lain seperti protein hewani seperti daging ayam atau sapi.
Lalu, kenapa hal ini bisa terjadi?
Berdasarkan laporan penelitian dari Pusat Penelitian Kanker Inggris, ditemukan bahwa secara alami (
nature) anak-anak bisa menyukai daging dan ikan, tetapi untuk menyukai brokoli, wortel, dan puding bolu sangat dipengaruhi oleh pengasuhan (
nurture) dan lingkungan.¹
Rasa penasaran saya dijawab bertepatan dengan webinar
Bicara Gizi yang diselenggarakan oleh
Danone Indonesia dengan tema,
“Peran Serat Terhadap Kesehatan Saluran Cerna dan Alergi pada Anak”. Bicara Gizi kali ini mengundang beberapa ahli di bidangnya, yaitu
dr. Endah Citraresmi, Sp.A(K) yang merupakan dokter spesialis konsultan alergi dan imunologi anak di RSAB Harapan Kita, Jakarta. Selain itu, narasumber lain yang juga seorang psikolog anak
Anastasia Satriyo M.Psi., Psi dan seorang ibu dengan anak kondisi alergi,
Oktavia Sari Wijayanti. Acara Bicara Gizi siang itu juga turut dihadiri
Corporate Communications Director Danone Indonesia,
Bapak Arif Mujahidin.
Pentingnya Serat Bagi Kesehatan Anak
Selasa siang itu, saya merasa sangat beruntung bisa menghadiri kegiatan Bicara Gizi. Tentu saja ini karena saya merasa butuh asupan ilmu baru mengenai kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan anak. Perkembangan zaman dan berubahnya kondisi lingkungan membuat saya harus menjadi orangtua yang pandai beradaptasi.
Bapak Arif Mujahidin membuka webinar dengan harapan acara ini dapat membantu masyarakat untuk lebih memahami tentang pentingnya peran serat bagi kesehatan saluran cerna dan mengurangi risiko alergi pada anak. Seketika saya pun semakin bertanya-tanya, apakah ada hubungan antara konsumsi serat dengan alergi? Wah, siang itu di waktu seringnya membuat kantuk, saya malah makin bersemangat.
Ternyata, saluran cerna merupakan salah satu bagian penting yang berperan dalam pertumbuhan, perkembangan, daya tahan tubuh, serta kesehatan anak. Hal ini menjadikan
saluran cerna sebagai sistem perlindungan terdepan dan juga sebagai cerminan kondisi tubuh anak. Mengapa begitu? Karena sebesar 70% komponen sistem daya tahan tubuh (imunitas) berada dalam pencernaan.
Nah, konsumsi makanan tinggi serat menjadi salah satu
golden nutrition atau disebut nutrisi tepat yang akan menunjang kesehatan saluran pencernaan. Hal ini juga akan sangat mendukung pada tumbuh kembang anak, khususnya di masa awal tumbuh atau dikenal dengan
golden period. Oleh sebab itu, sangat penting bagi semua orangtua untuk tidak melewatkan kondisi kesehatan anak dan memberikan
golden stimulation atau stimulasi tepat pada masa ini agar anak dapat tumbuh optimal, khususnya bagi anak yang alergi.
Bapak Arif Mujahidin juga mengungkapkan melalui berbagai inisiatif dan inovasi yang Danone Indonesia lakukan, diharapkan semakin banyak anak Indonesia yang dapat tumbuh menjadi Anak Hebat yakni anak yang cerdas emosi, cerdas sosial, cerdas intelektual, serta sehat fisik.
Narasumber pertama adalah seorang dokter spesialis konsultan alergi dan imunologi anak, dokter Endah Citraresmi, Sp.A(K) yang menjelaskan bahwa konsumsi makanan berserat pada anak-anak masih harus ditingkatkan karena belum menjadi perhatian banyak orangtua di Indonesia.
Angka kecukupan serat anak Indonesia masih jauh di bawah standar rekomendasi asupan serat harian. Dokter Endah juga memaparkan, berdasarkan data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2018, sebanyak 95,5 persen penduduk Indonesia yang berusia di atas 5 tahun masih kurang konsumsi serat.
Saya yang baru mengetahui hal ini cukup kaget. Padahal sayuran dan buah hasil petani lokal begitu mudah didapatkan, kenapa justru banyak yang kurang konsumsi serat? Menurut saya, mungkin ini disebabkan banyak yang belum paham pentingnya serat untuk konsumsi setiap hari. Baiklah, saya harap tulisan ini dapat membantu pembaca memahami pentingnya serat agar semakin suka makan sayur dan buah.
Hasil penelitian Prof. dr. Badriul Hegar, Ph.D, Sp.A(K) dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) menunjukkan bahwa 9 dari 10 anak kekurangan asupan serat, rata-rata anak Indonesia usia 1-3 tahun hanya memenuhi ¼ (seperempat) atau rata-rata 4,7 gram per hari dari total kebutuhan hariannya. Ayo semua orangtua, mari kita ajak anak-anak untuk makan sayur dan buah di rumah!
Mencegah Alergi
Alergi terjadi sebagai reaksi sistem kekebalan tubuh terhadap zat lain yang dianggap berbahaya meskipun zat tersebut sebenarnya tidak berbahaya. Penyebabnya bisa dari berbagai faktor, salah satu pemicunya adalah makanan, sekitar 10% anak pada satu tahun pertama mengalami reaksi alergi akibat makanan.
Lalu, bagaimana cara mencegah terjadinya alergi? Dokter Endah menuturkan bahwa yang utama dilakukan orangtua adalah dengan menghindari makanan yang menjadi pencetus alergi. Orangtua perlu mengetahui apa saja yang bisa menyebabkan alergi pada anaknya dan mencegah anak bertemu penyebab alergi.
Selain itu, orangtua dapat memberikan anak makanan yang mengandung serat dalam jumlah cukup. Dengan begitu, serat akan membantu mikrobiota usus yang akan membuat nutrisi makanan terserap dengan optimal. Hal ini akan menyeimbangkan sistem kekebalan tubuh dan mengurangi reaksi peradangan akibat alergi. Dalam penelitian ditemukan bahwa anak yang menderita alergi memiliki jumlah dan keberagaman mikrobiota saluran cerna yang lebih sedikit dibandingkan anak yang tidak mengalami alergi.²

Ketidakseimbangan antara bakteri baik dan bakteri patogen (penyebab penyakit) di usus berhubungan dengan kejadian alergi, sehingga untuk memberi makan bakteri baik kita memerlukan makanan dari berbagai jenis serat minimal lima porsi dalam sehari dan minum lebih banyak air.
Selanjutnya materi yang sangat menarik dibawakan oleh Anastasia Satriyo M.Psi., Psi mengenai tantangan pengasuhan anak dengan alergi. Mbak Anas memaparkan bahwa kondisi alergi pada anak bukan hanya mempengaruhi kesehatan fisik, melainkan juga mempengaruhi kondisi psikologi baik anak maupun orangtuanya. Hal ini ditunjukkan dalam sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa 41% orang tua yang memiliki anak dengan kondisi alergi melaporkan dampak yang signifikan pada tingkat stres mereka.³ Orangtua anak alergi mengalami kecemasan lebih tinggi dan lebih rentan mengalami burnout (kelelahan mental).
Kondisi alergi anak dapat berdampak ke masalah emosi, kognitif, dan perilaku anak sehingga berdampak ke sosialisasi anak dengan lingkungan. Anak alergi memiliki emosi yang lebih sensitif. Akibatnya, membuat anak lebih mudah cemas.
Kondisi emosi anak lebih dipengaruhi dari bagaimana cara orangtua mengelola emosi dan merespon emosi anak. Co-Regulation menjadi cara untuk membantu masalah emosi dari anak yang mengalami alergi. Caranya dengan orangtua melatih mengelola emosi terlebih dahulu dengan latihan nafas sadar dan rileks, serta berlatih melabeli (menamai) berbagai emosi yang dirasakan. Akhirnya, ini akan dapat membantu anak mengenal emosinya yang muncul. Dengan begitu, anak merasa orangtua menerima dan memvalidasi emosinya.
 |
Co-Regulation Emosi orangtua dan anak |
Otak itu seperti otot, bisa dilatih, sehingga emosi yang pusatnya di otak pun bisa dilatih. Jadi, para orangtua yang dahulunya tidak berkesempatan divalidasi emosinya oleh orangtuanya sendiri bisa berlatih untuk dapat melabeli emosi yang dirasakan dan memvalidasinya. Dengan memahami emosi diri, orangtua dapat membantu anak memvalidasi emosinya.
Alhamdulillah, saya dan keluarga tidak mengalami alergi makanan tertentu, baik protein hewan atau kacang-kacangan. Tentu saja cukup berat membayangkan menjadi orangtua dari anak yang mengalami alergi makanan tertentu dan begitu penuh dengan kekhawatiran.
Webinar ini juga menghadirkan narasumber seorang ibu yang putrinya mengalami alergi yaitu, Oktavia Sari Wijayanti. Ibu Okta memiliki putri berusia dua tahun yang awalnya mengalami gejala bentol-bentol di kulit lalu keesokan harinya muncul bengkak. Akhirnya, kondisi putrinya segera diperiksakan ke dokter dan barulah diketahui bahwa itu semua merupakan gejala alergi.
Ibu Okta mengungkapkan, kondisi anaknya yang alergi makanan membuatnya lebih waspada untuk menghindari faktor pemicunya. Menurutnya, sebagai orangtua tentu timbul kecemasan terhadap kondisi anak tetapi orangtua harus tetap tenang dan tidak denial mengenai kondisi alergi anak. Penerimaan akan membuat emosi orangtua lebih tenang dan jernih dalam mengatasi gejala alergi yang muncul pada anak. Jika orangtua panik maka anak juga bisa ikut panik.
Selain itu, ibu Okta juga menyemangati semua orangtua yang anak-anaknya memiliki alergi untuk tidak perlu cemas dan jangan ragu berkonsultasi pada dokter agar anak diberikan terapi yang tepat.
Jadi, peranan serat sangat penting ya bagi kondisi saluran cerna anak. Lalu, bagaimana agar orangtua dapat mengajak anak makan sayur dan buah dengan senang? Ya, dengan senang, bukan karena terpaksa. Menurut saya, ini penting dilakukan orangtua, agar anak tidak memiliki trauma terhadap makan sayur dan buah. Bisa dibayangkan ya, jika masih kecil makan sayur terpaksa lalu setelah besar anak tidak lagi makan sayur sebab sudah tidak bisa dipaksa, betapa sayangnya jika orangtua gagal memberi pemahaman.
Tips mengajak anak suka makan sayuran:
- Ajak anak makan bersama keluarga dan biarkan ia melihat kedua orangtuanya makan sayuran dan buah dengan gembira. Kalau istilah saya, kita “komporin” anak kalau sayuran itu enak dimakan dan sehat. Ketika melihat orangtua makan, anak juga akan penasaran mencoba. Anak itu peniru, maka orang tua harus senang dulu makan sayur dan buah.
- Jika anak benar-benar menolak sayur, orangtua bisa memodifikasi perkenalan “awal” melalui jus atau es buah atau sayuran yang mudah dikunyah seperti labu siam, wortel dan bayam. Intinya buat jadi perkenalan yang menyenangkan.
- Hal yang baru diterima otak anak akan dipersepsikan sebagai sesuatu yang tidak aman, sehingga anak bersikap defensif. Di sinilah perlu kesabaran orangtua mengenalkan makanan.