Shiva's Cozy Home

Photo by Neslihan Gunaydin on Unsplash

Sejak 2022 lalu saya mulai mempelajari teknik pengelolaan sampah organik dengan cara mengompos. Saya menemukan ada banyak cara yang bisa digunakan untuk membuat kompos dari sisa-sisa bahan makanan rumah tangga. Sebelumnya saya sempat khawatir, kalau mengompos bisa menimbulkan bau yang tidak enak. Hanya saja memang perlu niat yang kuat untuk memulai dan konsisten. 


Sejak lama saya memikirkan bagaimana caranya agar sampah ini setidaknya tidak menganggu bumi? Saya tahu sampah organik bisa jadi kompos tapi belum pernah mencoba membuatnya sendiri, haha.. begitulah kira-kira keraguan yang selalu timbul. Akhirnya, di 2022 lalu saya mulai mengompos, sisa makanan dengan sistem komposter terbuka yang menggunakan oksigen untuk proses pembusukannya. 


Saya membuat starter komposter dulu dengan mencampur tanah, pupuk kandang, sisa daun kering dan sisa buah-buahan yang manis lalu dicampurkan dengan air bekas cucian beras yang sebelumnya sudah didiamkan dua malam. Tempatkan starter ini di wadah yang memiliki lubang cukup dan tutup bagian atas selama tiga hari. Setelah tiga hari starter bisa dipakai untuk menerima sampah organik di rumah.


Mengompos aerobik yang benar itu sungguh tidak menimbulkan bau yang tidak sedap. Malahan komposter saya beraroma jeruk, karena kemarin memasukkan sisa kulit jeruk. Selain itu, komposter juga terasa hangat dan ada titik-titik uap air. Saya tidak punya lahan tanah terbuka di rumah, saya hanya pakai karung bekas untuk mengompos dan ember yang sudah dilubangi. 


Ujian mengompos

Memang disarankan untuk punya lebih dari satu komposter, tapi saat itu saya mulai merasa lelah. Daun-daun kering harusnya digunting lebih kecil sebelum masuk komposter tidak saya gunting dan memasukkannya begitu saja. Akhirnya ya, komposternya lama dipanen dan merasa sudahlah tidak lagi lanjut mengompos sisa organik. Oh iya, untuk sisa hewani seperti tulang ikan, ayam, dan lainnya masuk ke biopori yang di dalam tanah. Saya tidak membuat biopori, jadi masih dibuang ke TPS sampah di RT. 


Saya tidak lanjut mengompos sampai akhirnya di tahun 2023 ada kebakaran TPA sampah di Bandung. Sampah-sampah rumah tangga tidak diproses ke TPA karena tidak bisa menerima sampah. Di TPS pun mulai tampak penumpukan sampah dan berbau tidak enak. Hal inilah membuat saya kembali ke jalan yang benar untuk mengompos sampah di rumah. 


Pendidikan Pengelolaan Sampah

Memang tahu saja tidak cukup, sejak usia SD saya tahu bahwa sampah itu harus dipisahkan dan harusnya yang organik bisa dikembalikan lagi ke tanah tempat asalnya tumbuh. Namun, pengetahuan ini tidak otomatis menjadi perilaku. Saya yakin banyak sebenarnya orang yang mau mengompos, mengelola sampahnya dengan baik, hanya saja tidak berani memulai dan merasa sendirian dan tentu saja kebanyakan overthinking, kayak saya haha! Padahal jika kebiasaan ini sudah mulai dan dibentuk dari kecil takkan sulit bagi kita memilah sampah saat dewasa.


Photo by Nareeta Martin on Unsplash

Seorang teman yang pernah tinggal di negara yang lebih baik mengelola sampahnya bercerita, sejak anak-anak pendidikan pengelolaan sampah itu sudah dimulai. Memilah sampah dan mengelolanya pun seperti menjadi sebuah kompetensi hidup hingga setiap warga sudah dibiasakan memilah sampah. Namun, bagi kita yang di Indonesia walaupun ada tiga jenis tempat sampah di taman lansia Bandung, itu isi ketiganya tetap juga tercampur semua. 


Saya berharap nantinya akan ada kebijakan ketat dari pemerintah yang akan membuat pengelolaan sampah lebih baik. Perbanyak bank-bank sampah di level kecil dan besar, perusahaan sebagai produsen juga menerima kembali sampah produknya untuk dikelola lagi serta bisa berubahnya botol kosong bekas minuman jadi uang. Ini dari teman saya yang cerita kalau ada mesin ATM khusus untuk menukarkan botol bekas jadi uang. Siapapun yang punya botol bekas, bisa dapat uang. Seru banget kayaknya, jadi orang akan berpikir botol itu bukan sampah tapi alat tukar jadi uang!


Jadi, apakah saya akan konsisten mengompos? Semoga, saya juga berharap begitu, semoga ini menjadi jalan kebaikan kecil untuk kehidupan di bumi dan untuk masa depan anak-anak kita. Yuk, mulai mengompos sampah! 



Saya tidak ingat bagaimana saya bisa menyukai buku. Orangtua saya tidak menyediakan buku bacaan di rumah, tetapi saya ternyata senang ke toko buku dan melihat — membaca buku-buku di sana. Saya suka membaca buku pelajaran kakak saya yang sudah SMP ketika saya masih SD. Saya berbinar-binar melihat betapa banyaknya buku di toko buku dan begitu gembiranya saya ada beberapa buku yang tidak dibungkus sehingga saya bisa menumpang membaca di sana. Itulah masa kecil saya yang agak berbeda dengan anak lain yang memiliki akses lebih dini pada buku bacaan. 

Photo by Ishaq Robin on Unsplash

Saya pun pernah ke pameran buku, melihat jajaran buku-buku dalam rak-rak tinggi, memandangi berbagai judul buku cerita, membuka dan membaca sebagian isinya. Lalu, membelinya? Tentu tidak, saya menaruhnya kembali karena tidak memiliki uang yang cukup untuk memborong semua buku yang saya suka. Saat di SMP dan SMA saya lumayan mendapat akses buku dari teman-teman saya yang memilikinya karena mereka dibelikan buku oleh orangtuanya. Jadilah, saya meminjam semua seri Harry Potter, berbagai judul teenlit dan beberapa buku nonfiksi, saya ingat betul, pernah pinjam buku 100 tokoh berpengaruh di dunia saat SMP. Alhamdulillah, circle pergaulan saya membawa saya semakin cinta membaca buku. Lalu, di SMA pun dapat kelas yang sepuluh langkah saja letaknya dari perpustakaan! Tentu saja saya lebih rajin ke perpus daripada kantin, wkwk.. aneka majalah sains, ensiklopedia dan novel terjemahan saya ambil di sana. Ternyata inilah yang menjadikan saya membaca buku hingga sekarang.


Memang saya tidak dibesarkan dengan keluarga yang sangat menjunjung tinggi budaya membaca tetapi saya tumbuh dan belajar di lingkungan yang membaca. Benarlah bahwa pembaca itu bukan dilahirkan melainkan dibuat, tak ada orang lahir akan suka membaca tetapi ketika ia tumbuh dan hidup bersama yang menyukai buku dan membaca, ia bisa menjadi pembaca juga.


Di hari buku nasional tanggal 17 Mei 2023 ini saya hanya ingin merefleksikan diri sebagai pembaca dan orangtua yang membaca. Bagaimana kita ingin anak-anak cinta membaca jika kita sendiri tidak mencintai membaca buku? Amat buruk jika kita komando anak-anak agar membaca buku, kita sediakan buku-buku sejak usia bayi, lalu kita sendiri tidak membaca. Perkara membaca literasi bukan hanya sekedar ada buku, dibaca sudah selesai dan berlalu begitu saja.

Yona Primadesi dalam esainya, Bukan Sekedar Baca Tulis, menjelaskan dua acuan praktik literasi di seluruh dunia, yaitu Deklarasi Praha dan UNESCO. Literasi dalam Deklarasi Praha dirumuskan menjadi literasi informasi (information literacy) yang meliputi:
  • Literasi dasar (basic literacy);
  • Kemampuan meneliti dengan menggunakan referensi (library literacy);
  • Kemampuan untuk menggunakan media informasi (media literacy);
  • Literasi teknologi (technology literacy);
  • Kemampuan mengapresiasi grafis dan teks visual (visual literacy).
Sedangkan UNESCO mendefinisikannya lebih universal, literasi adalah proses pembelajaran seumur hidup, lebih dari sekedar membaca, menulis dan berhitung. Literasi bermakna praktik dan hubungan sosial terkait pengetahuan, bahasa dan budaya.

Saya sendiri baru mengerti hal ini setelah membaca esai tersebut beberapa hari kemarin. Bahwa memang gerakan literasi kita seharusnya bukan hanya mengajak orang untuk gemar membaca dan bebas buta aksara dan mengonsumsi buku bacaan yang selalu memenuhi rak toko-toko buku melainkan mendidik diri menjadi manusia pembelajar seumur hidup yang berdaya nalar dan mampu mengenal dan mengelola informasi. Ini menjadi pekerjaan rumah yang mungkin masih cukup jauh dari kata selesai. Saya pun kembali memikirkan proses literasi di rumah kami yang telah berjalan ini sepertinya belum masuk kriteria sesuai definisi UNESCO.


Agaknya terasa berat ya tugas meningkatkan kemampuan literasi ini? Benar, terlebih di kondisi masyarakat yang dominan berpendapat, ngapain sih baca buku? Hahaa.. Melihat orang membaca buku di tempat umum adalah suatu keganjilan bagi penduduk negeri ini. Belum lagi didukung oleh harga buku baru yang cenderung mengikuti inflasi ekonomi sehingga sebagian keluarga yang anggarannya terbatas memilih untuk tidak membeli buku. Hal ini memang menjadikan buku belum masuk daftar prioritas belanja keluarga.


Di hari buku nasional ini, harapan saya adalah semua pihak yang berperan meningkatkan kompetensi literasi mendefinisikan lagi apa itu masyarakat yang literat? Apakah sekedar beli buku; baca buku lalu tinggalkan buku dalam rak? Atau menjadikan mereka membaca; mengkaji isinya; memberikan pemberdayaan dan menghasilkan karya yang kembali lagi dapat meningkatkan nalar kritis atas informasi?


Mungkin para penerbit perlu memangkas ongkos produksi dan penyelenggara negara bisa mengambil celah dengan memberi subsidi. Hasilnya diharapkan harga buku dapat lebih terjangkau lagi dan akan memperluas distribusinya ke semua tempat. Belajar dari Korea Selatan yang ternyata saya tahu kenapa begitu banyak buku-buku Korea diterjemahkan sekarang ini. Itu semua termasuk bagian dari upaya pemerintahnya yang membuat pusat budaya literasi agar karya warganya dapat diterjemahkan dan disebarluaskan di seluruh dunia.

Saya mengutip sebuah artikel di media internasional tahun 2016, bahwa sekarang ini pemerintah Korea bukan hanya mendukung anak muda untuk membaca buku tetapi juga untuk orang di luar Korea untuk membaca karya mereka. Negara yang berambisi memiliki pemenang nobel literasi ini begitu semangat memberikan dana untuk penerjemahan sebab syarat menjadi pemenang nobel literasi adalah karya yang bisa dibaca panitianya. 

Memang agak sulit dan terlalu jauh kalau jadi pemenang nobel literasi ya, tetapi tidak apa-apa masyarakat pasti dukung negerinya kalau punya visi yang sama, buktinya Korea Selatan. Karya pengarang asal Korea sudah mendapat penghargaan Man Booker Prize dan ALMA Awards. Ini menjadi bukti bahwa upaya membuat literasi bukan sekedar baca, tetapi membaca bacaan yang bagus sehingga bisa menghasilkan karya yang diakui dunia.  


Jadi, marilah kita semangat lagi meningkatkan kompetensi literasi masyarakat Indonesia di hari Buku Nasional 2023. Semoga buku mudah diakses siapapun dan bolehlah coba penerbit buku berkumpul bersama dan membuat cetakan versi e-reader agar bisa dijangkau pembaca bahasa Indonesia di seluruh dunia, ahaha (curcol seorang yang tak bisa baca buku terbitan Indonesia di e-reader). Ini hanya sekedar curahan hati pribadi yang kok rasa-rasanya jadi semacam esai! Wkwk... 
Memangnya, anak HS dapat imunisasi juga?

Lah, kenapa enggak? Kan tetap masuk haknya di usia sekolah dapat imunisasi kayak anak-anak sekolah biasa



Mungkin sebagian keluarga homeschooler yang lebih dulu praktik sudah lebih paham kondisi anak-anak HS. Bagi yang baru seperti kami memang harus aktif cari informasi sana-sini tentang imunisasi usia sekolah. Saya juga baru ingat pas kelas satu SD itu dapat imunisasi di sekolah dan dapat surat yang warna kuning terus dibawa pulang untuk ditandatangani orang tua. Jadilah, saya bertanya-tanya bagaimana ya supaya anak HS bisa vaksin juga dengan gratis karena masuk program pemerintah.




Jelang akhir tahun, di bulan November 2021 kami sudah menjalani homeschooling tingkat setara sekolah dasar selama enam bulan dan sudah terdaftar di PKBM. Saya pun tanya dengan teman-teman se-PKBM, berdasarkan pengalamannya bisa datang langsung ke puskesmas terdekat, bilang aja mau vaksin anak sekolah. Selain itu, ada juga teman lain yang mengatakan vaksin anak-anaknya sendiri di poli dokter spesialis dengan biaya sendiri tentunya.


Alhamdulillah saya ada teman yang bekerja di puskesmas jadi bisa langsung tanya perihal vaksin anak sekolah yang homeschooling. Ternyata memang masuk dalam cakupan program vaksinasi wajib dari pemerintah.

vaksin anak homeschooling
Jadwal Imunisasi anak SD

Tahun 2021, saya masih tinggal di Depok, jadi saya segera mengkonfirmasi puskesmas terdekat. Alhamdulillah, sejak covid jadi ada kontak WA puskesmas yang bisa ditanya tentang imunisasi. Katanya puskesmas nanti mulai imunisasi anak sekolah di bulan Desember dan bisa datang langsung cukup bawa kartu identitas anak.

Akhirnya, kami datang ke puskesmas, mendaftar untuk imunisasi anak sekolah. Setelah di ruangan vaksin, petugas kesehatan bertanya kelas berapa, sekolahnya dimana? Saya jelaskan anak kelas satu SD dan homeschooling. Petugas langsung oke dan menjelaskan vaksin yang akan disuntikkan itu dua kali, di tangan kanan dan kiri. Setelah selesai, petugas memberikan kartu imunisasi dan menuliskan vaksin yang diberikan sesuai usia anak saya.

Kartu Imunisasi si Kaka


Kartu Imunisasi


Alhamdulillah, semudah itu pengalaman kami imunisasi untuk anak HS. Jadi, mungkin bagi teman-teman HS lain yang anaknya masuk usia imunisasi boleh dicek dulu ke puskesmas di tempat tinggal. Ada kenalan lain, yang juga mau vaksin anaknya malah di ‘pingpong’ katanya harus ke PKBM terdaftar dan seperti dipersulit.

Saya penasaran tentang peraturan imunisasi ini, apakah memang anak HS tidak bisa imunisasi? Akhirnya, saya cari di google tentang peraturan imunisasi anak sekolah dan keluarlah peraturan dari website Kemendikbud. Bisa diunduh sendiri di sini. Ternyata memang imunisasi ini diperuntukkan bagi anak usia sekolah di pendidikan formal maupun bagi anak usia sekolah di pendidikan non-formal atau dari peraturan itu tidak bersekolah. Semuanya berhak dapat imunisasi sesuai usia dan gratis dari pemerintah.
imunisasi anak SD
Imunisasi untuk semua anak

Tahun 2022 saya pindah ke Bandung dan sudah siap-siap untuk cari info imunisasi anak SD kelas dua. Bulan November 2022, saya coba mengontak puskesmas terdekat dulu, menanyakan untuk imunisasi anak sekolah, kelas 2. Petugas pun mempersilakan saya untuk datang di hari khusus vaksin anak, cukup membawa kartu identitas anak.

Kami datang ke puskesmas di Bandung, mendaftarkan diri untuk imunisasi anak dan mengantre untuk dipanggil petugas. Saat di dalam, mungkin karena sudah hampir lewat waktunya, petugas menanyakan ke saya, “Kok baru sekarang? Kemarin kemana gak di sekolah?” 

Saya jawab saja sambil senyum, “Iya, ini homeschooling bu”. Petugasnya bertanya kelas berapa dan menyiapkan vaksin. Saya diminta menulis data anak di lembaran yang sudah hampir penuh dengan nama anak sekelas. Saya juga tidak diberikan catatan vaksinasi di kartu imunisasi yang saya sudah perlihatkan.

Memang perlu modal berani karena sebagai orangtua homeschooler kita sendiri yang menjadi advokat bagi kebutuhan anak ya. Berbeda dengan sekolah yang normalnya apa-apa akan diinfokan dari pihak sekolah atau guru. Oleh sebab itu, jadilah proaktif mencari info-info untuk kebutuhan kesehatan anak-anak kita sendiri. Jika teman-teman ada yang mungkin kesulitan imunisasi, mungkin saat datang ke puskesmas bisa menunjukkan peraturan imunisasi dari kemendikbud di atas. InsyaAllah, semuanya valid dan kita bisa meminta imunisasi untuk anak-anak Homeschooler.











Apakah yang terbayang dalam benak kita bahwa ada anak yang terlahir dengan berat sekitar 500 gram? Ya, beratnya nyaris sama dengan berat sebotol air mineral yang biasa kita beli saat kehausan. Lengannya begitu kecil sehingga merasa agak kesulitan untuk menggerakkan lengannya sendiri karena tak cukup kuat. Dadanya bergerak naik turun bagaikan haus akan oksigen, agak sulit baginya untuk bernafas sendiri.

Begitulah kondisi fisik anak prematur yang baru saja lahir. Anak prematur merupakan anak yang lahir sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu. Banyak kemungkinan, anak bisa lahir di usia 8 bulan, 7 bulan bahkan kurang dari itu seperti 26 minggu atau 6 bulan. Kondisi ini menyebabkan fisiknya berbeda karena memang organ tubuhnya belum cukup matang, belum bisa berfungsi normal selayaknya anak yang lahir cukup usia kehamilan. 

                                


Tentu saja tubuh anak mungil ini membutuhkan penanganan khusus dan perawatan di rumah sakit setelah lahirnya. Ini bisa menyebabkan timbulnya rasa cemas bagi kedua orangtua dari anak prematur. Terlebih lagi menurut data World Health Organization (WHO) dari 10 kelahiran anak terdapat 1 anak terlahir prematur. Jadi, setiap tahunnya di dunia diperkirakan sebanyak 15 juta anak lahir dalam kondisi prematur.

Kondisi lahir prematur ini turut menjadi perhatian bagi dunia kesehatan anak. Setiap tanggal 17 November ditetapkan sebagai Hari Prematur Sedunia atau World Prematurity Day (WPD). Adapun tema yang diusung di Hari Prematur Sedunia tahun ini yaitu ‘‘A Parent's Embrace: A Powerful Therapy” atau bermakna Pelukan Orangtua: Terapi Terkuat.

Dalam rangka memperingati hari istimewa bagi anak dan keluarga dengan anak prematur Danone Specialized Nutrition Indonesia menyelenggarakan edukasi melalui webinar bertopik “Peran Orang Tua untuk Dukung Anak Prematur Tumbuh Sehat dan Berprestasi”.

Webinar ini menghadirkan pembicara yang ahli di bidang kesehatan anak prematur yakni Prof. Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp.A(K) selaku Dokter Spesialis Anak Konsultan Neonatologi. Webinar juga dihadiri oleh Bapak Arif Mujahidin selaku Corporate Communication Director Danone Indonesia dan Irma Gustiana Andriani, S.Psi., M.Psi selaku Psikolog Anak dan Keluarga serta seorang ibu dari anak lahir prematur yang akan membagi pengalamannya mengasuh sang anak.

Narasumber Bicara Gizi World Premature Day 2022

Berbagai Cara Mendukung kesehatan dan mengasuh anak lahir prematur

Bapak Arif Mujahidin mengungkapkan pentingnya peran orangtua dalam perawatan sejak dini pada anak lahir prematur. Setiap anak yang lahir baik prematur atau pun cukup bulan memiliki hak yang sama untuk bisa tumbuh sehat dan terpenuhi semua kebutuhannya baik fisik, emosi, dan kasih sayang. Oleh sebab itu, orangtua berperan penting untuk memberi asupan nutrisi anak lahir prematur dan juga perawatan sesuai kebutuhan anak sehingga hal ini akan membuat anak lahir prematur dapat tumbuh optimal.

Pembahasan mengenai pemantauan kesehatan anak prematur disampaikan oleh Prof. Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp.A(K). Prof. Rina menjelaskan bahwa pertumbuhan dan perkembangan anak-anak ini harus dipantau karena termasuk dalam kategori risiko tinggi. Khususnya anak prematur yang mempunyai risiko serta tantangan yang berbeda dibandingkan anak-anak yang lahir cukup bulan.

Prof. Rina menjelaskan terdapat empat hal yang perlu diperhatikan dalam tumbuh kembang anak prematur diantaranya:

1.    Physical Health (Kesehatan fisik)
Masalah yang timbul pada anak lahir prematur bisa sangat bermacam-macam, kondisi pernapasan yang sulit dan ketergantungan pada oksigen terjadi akibat paru-paru yang belum mampu berfungsi. Anak prematur juga berisiko mengalami gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran. Sehingga orangtua harus melakukan pemeriksaan sedini mungkin. Selain itu, anak bisa berisiko mengalami gangguan pertumbuhan atau stunting. Inilah alasan mengapa pertumbuhan anak perlu dipantau dengan pengisian grafik pertumbuhan berdasarkan berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala serta pemantauan aspek perkembangan anak.

2.    Learning and Cognition (Fungsi belajar dan kognitif)
Kemampuan kognitif dan bahasa anak lahir prematur harus distimulasi agar anak mampu mencerna informasi dan berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini akan memengaruhi keterampilan pra sekolah dan kemampuan belajar anak di masa depan

3. Mental Health (Kesehatan jiwa)
Efek dari kelahiran prematur pada perilaku, kemampuan bersosialisasi, fungsi keseharian dan adanya gangguan perilaku seperti menarik diri dan keterlambatan bicara jelang awal usia 2 tahun bisa menjadi indikasi masalah autisme.

4. Quality of Life (Kualitas hidup)
Kualitas hidup mencakup pemenuhan fungsi aktivitas sehati-hari serta perasaan berharga (self esteem) anak. Kedua hal ini perlu diperhatikan orang tua dan orang-orang di sekitar agar anak memiliki kualitas hidup yang baik dan terpenuhi kebutuhannya. 


Anak prematur lahir dengan berat badan yang berbeda dengan anak cukup bulan. Jadi, targetnya bukan menjadikan anak itu sekedar gemuk atau bertubuh besar saja melainkan bagaimana caranya menjadikan berat anak prematur dari 500 gram saja menjadi semakin ideal seiring dengan pertambahan usianya. Ini menjadi tugas dokter dan tenaga kesehatan. Berat badan anak prematur tidak perlu terlalu cepat naik, yang terpenting beratnya naik memenuhi grafik pertumbuhan.

Oleh sebab itu, pemantauan anak yang lahir dalam kondisi berisiko tinggi harus terus dilanjutkan hingga usia 18 tahun. Ketika memasuki usia remaja, seorang anak tetap termasuk anak yang perlu diperhatikan kebutuhan dan perkembangannya. Jadi, orang tua tidak berhenti sampai perawatan anak selesai atau sampai usia 2 tahun saja, bahkan sampai anak memasuki usia dewasa agar bisa berkembang menjadi manusia yang unggul.

Psikolog Irma Gustiana Andriani, S.Psi., M.Psi. menyampaikan bahwa tumbuh kembang anak dipengaruhi dari faktor genetik (nature) dan lingkungan (nurture). Faktor lingkungan yang berpengaruh diantaranya kondisi gizi, stimulasi serta kualitas pengasuhan dari lingkungan.Psikolog Irma menjelaskan saat orangtua melakukan stimulasi maka akan otak anak akan terpicu untuk membentuk sambungan baru antar sel-sel otak (sinaps). Jika semakin dirangsang dengan maka akan semakin kuat sinaps antar sel-sel otak. Oleh sebab itu, hal ini dapat membuat tumbuh kembang anak prematur secara kognitif pun meningkat. Anak-anak perlu diberi kesempatan mengeksplorasi diri dalam mencoba hal baru. Ini dapat dilakukan orangtua agar dapat banyak sel saraf yang tersambung secara kuat dan kompleks.

Psikolog Irma juga menyebutkan ada 6 cara yang bisa dilakukan orangtua untuk mendukung potensi anak prematur. Berikut ini hal-hal yang bisa dimulai sedini mungkin oleh orangtua anak prematur:
  1. Kondisi anak prematur yang tidak biasa membutuhkan pemantauan khusus dan berkala oleh dokter. Orangtua dapat berkonsultasi dengan dokter untuk menemukan solusi dan mengatasi masalah kesehatan yang dialami putera-puterinya.
  2. Selain memantau kondisi fisik anak, orang tua juga perlu meningkatkan imunitas anak prematur untuk menurunkan risiko gangguan kesehatan yang bisa terjadi
  3. Orangtua bisa membantu anak menemukan tanda awal potensinya. Perhatian pada kebiasaan dan minat anak dapat membuat orangtua mampu memotivasi anak untuk eksplorasi diri dan mendorong kreativitasnya.
  4. Penting bagi orangtua untuk menumbuhkan percaya diri anak. Hal ini dikarenakan anak begitu rentan terhadap rasa tidak percaya diri. Caranya adalah dengan memberikan kasih sayang, tidak memberikan label tertentu padanya, terus memotivasi anak untuk mau mencoba, serta apresiasi setiap usahanya saat melakukan hal sekecil apapun.
  5. Modifikasi kegiatan dan terapi dapat dilakukan orangtua dalam melatih aktivitas harian anak. Anak yang lahir prematur mungkin mengalami beberapa hambatan, namun mereka tetap bisa bereksplorasi agar potensi anak bisa berkembang optimal.
  6. Bagi orangtua sangat penting untuk dapat menjaga kualitas emosi. Orangtua yang terampil mengelola emosi akan lebih baik dalam mengoptimalkan kemampuan tumbuh kembang anak.

Orangtua yang lebih dulu mampu mengelola emosinya akan membuat anak tetap berada dalam hubungan yang aman dan nyaman. Sehingga kondisi anak yang prematur tidaklah jadi penghalang untuk anak dapat tumbuh sehat dan berprestasi. Menurut WHO, semua anak berhak mendapatkan makanan bergizi, memiliki tubuh sehat dan berkembang optimal serta hak untuk mendapatkan kesamaan. Inilah tugas orangtua dan orang dewasa dalam pengasuhan untuk memenuhi hak anak dan mendukung tumbuh kembang anak lahir prematur maupun anak lahir normal agar bisa tumbuh sehat dan berprestasi.



Salah satu anak lahir prematur yang dapat tumbuh sehat berprestasi ada pada puteri Ibu Desi Fatwa yang bernama Benazir Shahnaz Alqori yang biasa disapa Shahnaz. Ibu Desi menceritakan di usia kandungan 25 minggu Shahnaz lahir dengan berat badan 529 gram. Ia tumbuh dengan perawatan khusus di rumah sakit dan pemantauan ketat dari dokter anak dan saat ini ia sudah bersekolah di kelas 9. Sebuah perjuangan yan besar telah dilalui Shahnaz dan keluarga hingga bisa tumbuh sehat dan baik seperti anak lahir normal lainnya. Shahnaz juga tidak terhalang untuk bisa berprestasi, ia mengikuti olimpiade matematika dan sains nasional. Selain itu, Shahnaz akan mewakili sekolah untuk tampil di Manila Orchestra atas undangan Kedutaan Besar Indonesia di Filipina.

Cerita Ibu Desi dan puterinya adalah bukti bahwa ketekunan orangtua dalam memenuhi nutrisi dan semangat dalam menstimulasi anak lahir prematur menjadikan anak bisa tumbuh sehat dan berpretasi. Selain itu, kasih sayang dari keluarga dan orang terdekat juga menjadi pendukung utama dalam meningkatkan perkembangan emosi anak. 

Stevie Wonder performs during the 48th Annual Academy of Country Music Awards at the MGM Grand Garden Arena on April 7, 2013, in Las Vegas, Nevada


Salah satu tokoh yang juga lahir prematur adalah musisi Stevie Wonder dari Amerika Serikat. Ia lahir pada usia kehamilan 34 minggu pada tahun 1950. Saat itu ia dirawat dalam inkubator dan mengalami komplikasi prematur yang menyebabkan retinanya rusak sehingga ia kehilangan penglihatan setelah perawatan khusus. Hal ini tidak membuatnya jatuh justru ia berkata pada ibunya, “jangan mengkhawatirkanku karena kebutaanku karena aku bahagia”. Sebelum mencapai umur 10 tahun Stevie sudah ahli memainkan alat musik piano, harmonika dan drum hingga akhirnya ia menjadi musisi yang cerdas dan dapat memenangkan penghargaan Academy Oscar tahun 1985.¹

Ternyata anak-anak yang lahir prematur dengan dukungan fisik, psikologis dan kasih sayang yang tepat akan mampu tumbuh sehat dan baik sebagaimana anak lain. Pemenuhan nutrisi yang bergizi baik, dukungan emosi dan eksplorasi potensi anak yang tepat serta cinta kasih dari keluarga terdekat menjadi hal penting untuk anak-anak lahir prematur berprestasi di masa pertumbuhannya. 




Referensi:
1. Chang, Rachel. 2019. How Stevie Wonder Lost His Sight. https://www.biography.com/news/stevie-wonder-blindness-vision-loss (diakses 20 November 2022) 






Sebelumnya saya hanya pernah sayup-sayup mendengar tentang homeschooling. Dulu itu berlaku bagi anak-anak yang jadi artis di usia sekolah karena waktunya terbagi antara pekerjaan dan belajar. Eh, ternyata bukan begitu konsepnya! Suami saya sudah mendengungkan ide ini sejak anak kami berusia satu-dua tahun gitu, saya yang anak sekolah negeri tulen agak heran juga dengan konsep ini, lha ya coba gimana gitu gak sekolah dan ambil ujian persamaan paket pendidikan, yakin nih?

Saya pun mulai cari tahu konsep pendidikan bernama homeschooling (HS). Saya ikuti webinar dari pasangan suami istri yang full homeschooling ketiga anaknya. Banyak yang saya tanyakan, diskusikan dan akhirnya membuat pikiran saya lebih terbuka mengenai konsep ini. Selain itu, saya juga diperlihatkan dan bertemu keluarga lainnya yang juga menerapkan HS. Lalu, saya terpukau wkwkw…

Photo by Taylor Heery on Unsplash


Anak saya sudah memasuki usia 2 tahun lebih, saya bertemu metode belajar anak yang menyenangkan dan berlanjut dengan kesepakatan bahwa konsep ini bisa diterapkan pada anak. Saya pun mempelajarinya dan membuat sendiri beberapa alat belajar (aparatus) di rumah berbekal sumber dari blog dan website di internet. Saya hampir mau lanjut kuliah sertifikasinya lho, dulu sih biayanya puluhan juta setahun, hahaha gak tahu deh kalau sekarang berapa. Lalu, saya diskusi ke teman yang sudah kuliah duluan dan menurutnya jika buat di rumah sih tak perlu-perlu banget ambil kuliah diploma. 



Akhirnya, saat anak memasuki usia 4 tahun lebih saya makin intens mengajarkannya membaca, menulis dan hal penting terkait iman dan ibadah. Alhamdulillah, anak saya dimudahkan belajar membaca melalui fonik dan bisa membaca lancar di umur 4 tahun lebih. Pas tahun 2020, masuk 5 tahun masih nyari sekolah gitu, terus Covid, jadi berpikir ulang tentang rencana sekolah formal dan sepertinya tidak bisa berharap banyak pada sekolah formal. Akhirnya, kami memutuskan tidak menyekolahkannya ke TK dan belajar di rumah saja.


Saat itu saya juga belum mendaftarkan anak ke Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) karena masih mencari yang cocok. Jadi, masuk SD kelas 1 nanti sudah sekalian daftar PKBM. Eh, jadi niat HS nih? Iya, karena kami saat itu harusnya pindah ke Bandung karena suami saya melanjutkan sekolah juga. Setelah itu, belum tahu pasti akan tinggal dimana, terus kalau pindah sekolah dan nyari-nyari lagi sepertinya melelahkan juga. Selain itu, saya merasa dengan homeschooling bisa lebih fleksibel memilih metode belajar untuk anak yang ternyata ada banyak banget, haha.


PKBM itu banyak ya dan memang ada yang khusus bagi anak-anak tidak bisa sekolah formal terkendala biaya dan kemampuan, ada juga yang sangat mendukung HS karena biasanya yang bikin orang tua yang pengalaman HS untuk anak-anaknya. Saya sempat cari-cari tahu di beberapa tempat termasuk cara belajar, kurikulum yang saklek atau fleksibel dan juga biaya pendidikannya termasuk uang tahunan, SPP dan biaya lain-lain. Alhamdulillah, setelah muter-muter ke sana sini, kami bisa menemukan tempat yang saat ini insya Allah baik sebagai rekan kami untuk HS. Tempat yang nyaman dan sangat mendukung atmosfer untuk cinta ilmu dan belajar.

Keputusan HS tidak bisa dadakan, perlu pertimbangan yang matang dan hendaknya bukan jadi bentuk kekecewaan kita pada pendidikan formal yang pernah kita jalani dulu, misalnya karena dulu di sekolah umum begini, begitu, dan pernah banyak dapat “luka” akhirnya memutuskan HS. 

Justru berangkatlah HS bukan karena kekecewaan atau luka dan perasaan negatif dari pengalaman melainkan kita inginkan cara baru dan metode yang bisa menyesuaikan dan disesuaikan dengan kondisi anak & orang tua untuk mendukung pendidikan. Belajar bisa di mana saja, tidak mesti berangkat sekolah, baik formal dan non-formal semuanya sama-sama punya kebaikan dan tentu kekurangan. 

Photo by sofatutor on Unsplash


Mari ambil yang baik dan sesuaikan dengan kondisi tiap keluarga. Saya tidak sugar coating HS itu paling enak, justru emang paling ribet wkwk… haha begitulah rasanya. Mesti mau belajar dan tumbuh bersama anak, open mind dan growth mindset jadi modal besar orang tua yang memutuskan HS.