Lagi iseng-iseng nih, mau nyampah lagi di sini..hehehe

“Aah..ngapain sih repot-repot pake kaos kaki segala, bu??”

“Lagian kan kita udah nutup aurat juga, kok!”

“Udah pake jilbab gini, baju dan bawahan panjang pula, apalagi sih yang kurang?”

“Tau nih, ada-ada aja, pakaian udah rapet gini masiiih aja dikomentarin!”

“Hmmffh, coba deh diliat lagi ayat Qur’an yang isinya tentang aurat sama hadits Rasulullah”

“Mana coba? Ayo kita liat”

Dalam Q.S. Al Ahzab ayat 59 Allah subhaanahu wata’ala berfirman : "Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Kalau ayat ini tentu udah jelas apa perintahnya, yaitu nutup semua bagian tubuh dengan jilbab. Nah, yang sering bikin rancu sebenernya adalah pemahaman terhadap makna ‘seluruh tubuh’ ini. Lebih banyak orang yang mengasumsikan bahwa batas aurat tubuh itu hanya terbagi atas kepala dengan wajah yang tak harus ditutup, badan dengan kedua tangan dan kaki hanya sampai mata kaki. Jadi, pemahaman bisa dibilang masih sedikit kurang tepat. Jika kita perhatikan lagi dalam penjelasan hadist Rasulullah, maka akan tambah jelas nih..
Haditst yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Aisyah bahwa Asma binti Abu Bakr menemui Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wasallam, sedangkan ia memakai pakaian tipis. Maka Rasulullah berpaling darinya dan berkata kepadanya : "Wahai Asma! Sesungguhnya jika seorang wanita itu telah mencapai masa haid, tidak baik jika ada bagian tubuhnya yang terlihat, kecuali ini." Kemudian beliau menunjuk wajah dan telapak tangannya.

“Jadi, sebenernya aurat kita itu mana aja??”

Udah jelas banget kok, dari kedua sumber pegangan hidup kita itu (Qur’an + Hadits). Bahwasanya aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali muka/wajah dan telapak tangan (including punggung tangan).

Kenapa juga tuh punggung tangan bukan aurat??”
Karena dalam bahasa Arab lafadznya adalah kafaihi yang pengertian lebih tepatnya adalah telapak plus punggung tangan.

”Terus, hubungannya sama kaki gimana?”
Coba kita perhatikan lagi, mana yang disebutkan aurat, mana yang tidak. Aurat wanita seluruh tubuh, yang bukan aurat (berarti yang gak perlu ditutup-tutupin, dan bisa diperlihatkan kepada orang lain) hanyalah wajah dan telapak tangan (dari mulai jari, kuku, dan punggung tangannya). Jadi, kaki masuk yang mana? Pastinya ’si Kaki’ ini enggak disebutin sebagai bagian tubuh yang bukan aurat, berarti ’si Kaki’ ini masuk ke list bagian tubuh yang termasuk aurat.



Jadi, kalau begitu kaki juga perlu ditutupin dong, gak boleh diliatin sama yang bukan mahram?”
Pastinya!! Karena Allah kan memerintahkan menutup seluruh aurat kita termasuk kaki supaya lebih melindungi diri kita sendiri. Bahkan dari kaki, yang notabene-nya Cuma dipake buat jalan, buat nginjek, dan selalu di bawah (gak ada kan manusia kakinya di atas? hehe) Allah perhatikan. Coba aja dikira-kira, gimana lawan jenis berpikir tentang kita hanya karena kaki yang tak tertutup?? Kalau dari melihat kaki aja mereka bisa bayangin yang aneh-aneh, dan bisa jadi makin digodain setan untuk membayangkan hal lain dari aurat kita. Wah, ngeri banget ya...

Alangkah baiknya, kalau sekarang ini wanita yang sudah makin paham tentang auratnya dapat mengaplikasikan ilmunya dalam kehidupan. Jadi, sekarang mulai deh, dibiasakan juga menutup kaki dengan kaus kaki, kemana pun kita pergi yang bakalan berisiko bertemu lawan jenis. Yang terpenting juga, melakukannya hanya semata untuk Allah dan mematuhiNya agar hidup ini kita bisa meraih ridhoNya. Amin

*sebuah puisi kecil

Kakiku...
Ya ampun ternyata auratku (juga)
Jadi supaya makin lengkap
Dan makin mematuhi perintah Allah dan Rasulnya..

Ya udah, akan kututup juga kakiku
Karena
Kakiku, auratku juga...



-->
Baru hari Sabtu lalu, saya mengubah relationship status saya di facebook from ‘single’ to ‘engaged’. Sungguh tiada maksud untuk berpura-pura apalagi menyebarkan gosip atau bahkan bikin sensasi. Karena saya melakukan itu dengan niat hanya untuk menjaga diri dan hati sampai sekitar tiga atau empat tahun ke depan.

Namun, inilah yang membuat beberapa teman di facebook langsung mempertanyakan tentang hal itu kepada saya. Mungkin sebagian berpikir,
“apakah saya benar-benar telah bertunangan?”. Saya hanya menjawab “doakan saja, agar dimudahkan”. Lantas ada teman lain yang juga agak kaget mengetahui jawaban saya itu dan berpikiran sama dengan opini pada umumnya (bahwa benar shiva telah bertunangan dengan seorang laki-laki tentunya..).
Memang jawaban saya terlihat menggantung, entah itu sebenarnya saya memang bertunangan atau tidak. Namun, inilah yang membuat saya menulis klarifikasi tentang itu, agar semua jelas dan tidak ada prasangka yang kurang baik. Baiklah silahkan simak penjelasan saya berikut ini:

Alasan saya mengubah status relationship seperti penjelasan sebelumnya, saya hanya ingin menjaga diri dan hati saya. Lalu, selanjutnya apakah saya benar-benar telah bertunangan seperti opini yang berkembang di pikiran teman-teman? Baiklah dengan tegas dan jelas, saya menjawab,

“jujur, saya memang telah bertunangan, saya mengikat hati saya saat ini pada calon suami saya agar saya benar-benar menjaga kemurnian hati saya ini hanyalah untuk calon suami saya seorang. Hingga nanti saat kami dipertemukan di waktu yang tepat oleh Allah SWT.”

“Jadi, untuk saat sekarang ini saya berusaha agar hati saya mampu untuk tetap menjaga kesetiaannya, sampai waktu itu datang.”


Pertanyaan selanjutnya, “siapakah gerangan calon suami saya itu???”

Jawabannya adalah (dengan gaya Fitri Tropika di Missing Lyrics..ya ampun sempat-sempatnya bercanda! Serius ini!!), jadi jawabannya siapakah calon suami saya itu, saya pun tak bisa memastikan siapa dia, karena saya pun tidak mengetahui siapa dia..hanya Allah yang tahu..Wallahualam dan juga saya tidak mengharapkan laki-laki mana pun saat ini untuk menjadi calon suami saya, (lohh kok bisa tunangan sama orang yang enggak diketahui?? Dijodohin ortu yaa.??), bukan, bukan begitu sama sekali bukan.




Bertunangan dalam opini saya sekarang ini memang membuat ikatan dengan calon suami. Tapi bukanlah makna bertunangan seperti pada umumnya. Maksudnya begini, saya..eemm..gimana ya kata-katanya yang jelas dan bisa dimengerti (speechless nih ceritanya..haha), jadi gini, saya tidaklah bertunangan seperti apa yang orang lain pikir dalam makna yang sebenarnya (denotative). Akan tetapi, saya menganggap bertunangan itu sebagai sebuah proses menjaga diri dan hati agar sampai waktu yang tepat tiba saat Allah mempertemukan saya dengan calon suami saya.

Artinya secara tegas, saya sekarang ini sampai saat yang tepat itu tiba (saat ketika kita dipertemukan dengan jodoh yang Allah pilih buat kita), saya akan berusaha agar hati saya tidak “jatuh hati” dulu dengan orang lain. Begini deh, kalau masih kurang jelas, saya mengusahakan untuk setia dengan calon suami saya (yang dipilihkan Allah), jadi saya tidak mau mengecewakan dia dengan “menjatuhkan hati” saya sebelum saya bertemu dengannya. Begitulah pokoknya..paham kan maksudnya sekarang..??





Lalu, apakah yang membuat saya bisa berpikir dan ber-opini sedemikian rupa rumitnya,..??


Saya ter-inspirasi dari penjelasan seorang penulis dalam buku yang saya baca (saya lupa judul bukunya..). Intinya begini, daripada kita membuat penyakit di hati kita, dengan merasakan ‘cinta-cinta-an’ yang semu (belum atau tidaklah sejati dan atau belum atau tidaklah halal menurut syariat), akan lebih baik dan lebih suci jika kita setia dengan calon pasangan hidup kita (suami/istri). Jadi, dengan kesetiaan itu, saat ini sampai waktunya tiba, kita akan bisa terjaga dan menjaga diri dari penyakit hati yang meresahkan jiwa. Hal ini mengingatkan saya pada Firman Allah dalam Qur’an Surat An-nur ayat 33:



“Dan orang-orang yang tidak mampu kawin (menikah) hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya….





Dengan terang-terangan Allah menyuruh kita (yang belum mampu menikah-red) untuk menjaga kesucian diri. Kesucian diri ini tidak hanya secara fisik tapi juga secara psikologis alias batin/hati (dari penyakit hati). Maka dari itu, akan amat baik kalau kita (s-d-a) berusaha menjaga kesucian diri jika memang belum mampu menikah karena ini memang perintah Allah, kan??..
So, kenapa enggak meng-“ENGAGED” hati kita aja saat ini, dengan calon suami kita yang masih dirahasiakan Allah..?? Toh, itu bukanlah sesuatu yang salah ataupun kebohongan apalagi sebuah kepura-puraan, tapi hanya sebuah usaha untuk menjaga kesucian diri sesuai perintah Allah.
Jadi, silahkan semuanya mempertimbangkan kembali penjelasan saya di atas, semoga yang saya berikan ini bermanfaaat untuk semua. Sungguh kebenaran yang valid hanyalah dari Allah dan Rasulullah, sedangkan saya hanyalah manusia yang penuh kekurangan dan seringkali salah. Jadi, jika ada koreksi, kritik dan saran silahkan diungkapkan saja ya, Insya Allah itu semua akan membuat saya pribadi dan teman-teman menjadi lebih baik..Amin.





Semoga Allah selalu mencurahkan kasih, sayang dan cintaNya pada kita semua, amin..