"A happy wife is a happy life"
― Gavin Rossdale


Istri yang hatinya bahagia akan membuat kehidupan bahagia juga. Apalagi jika para istri ini juga berperan sebagai ibu, tentunya anak membutuhkan ibu yang bahagia bukan yang sempurna. Terkadang tanpa disadari sejak peran kita berubah menjadi peran ganda, ada banyak pelajaran hidup yang kita dapat. Bagi saya, berperan menjadi istri dan ibu, memberikan pengalaman hidup yang tak terkira. Setiap waktu selalu ada kejutan yang siap menanti.







Ketika memutuskan menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya, saya dan suami sepakat bekerjasama dalam urusan domestik. Mulai dari belanja ke pasar atau tukang sayur dekat rumah, memasak serta mengurus tumpukan cucian yang sudah memuncak. Perkara pengasuhan anak, kami telah sepakati untuk mengasuh bersama, karena kamilah orang tuanya.

Sepanjang hari beraktivitas di rumah, seorang ibu juga bisa berisiko stress. Apa sebabnya? Ya tentu saja pekerjaan yang cukup menguras tenaga dan pikiran ditambah lagi para ibu di rumah juga berisiko terkena gaya hidup tidak sehat seperti makanan tidak sehat serta kurang berolahraga. Oleh sebab itu, penting bagi para ibu di rumah tetap menjaga gaya hidup sehat setiap harinya. Kalau saya memilih aktivitas fisik (olahraga) di rumah bermodalkan matras dan video instruktur workout selama 30 menit.

Setelah rutin olahraga 5 kali seminggu tubuh terasa lebih segar. Biasanya yang mudah lelah sekarang tubuh lebih fit. Beberapa hari di awal pekan bulan Juli, saya mengecek jadwal tamu bulanan yang sepertinya datang agak terlambat. Ah, saya pikir biasa terlambat 3 hari, mungkin faktor kelelahan saja. Lima hari menunggu, ternyata tidak datang juga. Saya berpikir akan kemungkinan hamil. Segera saja, minta tolong suami membeli testpack di apotik. Pagi hari, 15 Juli hasil testpack menunjukkan dua garis! Alhamdulillah, saya hamil kedua.


Keharuan pagi hari ini tanpa sadar membuat air mata saya meleleh. Dulu saya sempat berencana untuk memberikan jarak empat tahun untuk anak kedua dan sekarang saya diberikan kesempatan itu. Sungguh jadi kejutan besar bagi saya. Terlebih lagi saya tidak merasakan mual ataupun muntah sejak awal. Dengan begitu, saya tetap menjalani aktivitas sehari-hari seperti biasa hanya saja lebih berhati-hati.

Semuanya baik-baik saja, sampai dua hari sebelum upacara hari kemerdekaan saya mendapati ada perdarahan yang keluar. Segera saya menghubungi suami untuk bertemu di rumah sakit. Khawatir terlalu lama pergi, saya meminta tolong kepada tetangga untuk menjaga Kristal selagi saya ke rumah sakit.

Alhamdulillah, setelah diperiksa janin yang masih kecil itu lengkap dengan kantungnya. Dokter menyarankan untuk beristirahat dan meminum obat yang telah diresepkan. Setelah minum obat teratur dan istirahat, darah masih keluar. Puncaknya pada hari Senin, dua hari sebelum IdulAdha saya merasakan darah yang keluar bertambah banyak. Selain itu, perut pun terasa agak sakit, berbeda dengan hari sebelumnya yang tanpa rasa sakit. Segera saja sore itu juga saya meminta suami pulang dari kantor untuk bersiap-siap menuju rumah sakit.

Kami langsung menuju IGD, dokter dan perawat segera memeriksa saya. Setelah diminta cek urin, saya pun dirujuk ke dokter spesialis kandungan yang sedang praktik di poliklinik. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa ukuran janin kurang sesuai dengan usia kehamilan. Dokter pun mendiagnosa kehamilan saya sebagai suspect blighted ovum.
Mendengar penjelasan dokter dada saya terasa perih. Harapan memiliki anak kedua, pupus sudah. Dokter pun meminta saya kembali beristirahat dan melanjutkan pengobatan.
"Kita tunggu seminggu lagi untuk melihat perkembangan janin ya, tetapi jika perdarahannya makin banyak atau lebih lama dari menstruasi, ibu segera periksa ke sini" ujar dokter kandungan.

Lima hari setelahnya, saya masih mengalami perdarahan. Berarti sudah lebih dari waktu normal yang menandakan saya perlu segera memeriksakan diri ke dokter kandungan lagi. Sabtu malam akhirnya saya kembali diperiksa melalui USG. Hasilnya, janin dan kantung kehamilan sudah tidak ada. Rahim saya kosong, tanpa kehidupan janin didalamnya.


Photo by Aaron Burden on Unsplash

Seketika pikiran saya hampa, Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Sambil menunggu pembayaran, saya duduk dengan mata berkaca-kaca berusaha menahan tumpahan air mata. Bermodalkan senyuman getir, saya menghampiri kasir rumah sakit dan menuju lobi rumah sakit sambil merapal ampunan pada Allah.

Begitulah kehidupan ada bahagia ada duka. Semuanya telah tertulis, selanjutnya bagaimana saya mengelola duka ini agar lekas pulih.

 “Don't cry because it's over, smile because it happened.”
― Dr. Seuss

Tetap #AsikTanpaToxic pasca kehilangan

Awalnya rasa kehilangan ini begitu menyesakkan dada. Seluruh langit harapan itu terguncang dan runtuh, rata dengan bumi. Saya pun menyadari jika stress ini todak dikelola dengan baik dapat menjadi racun bagi fisik dan jiwa. Syukurlah, saya memiliki dukungan dari suami dan keluarga, ini menjadi safety net saat kondisi sedang lemah. Selain itu, saya juga kembali melakukan aktivitas harian untuk mengatasi stress pasca kehilangan.

Kesedihan dan kebahagiaan selalu dipergilirkan dalam hidup. Itu sudah menjadi hukum alam, bahwa memang hidup ini bagai roda yang kadang berada di atas atau di bawah. Kebahagiaan tidak selamanya, sedangkan kesedihan juga bukan akhir segalanya. Saya mulai membenahi pikiran yang kusut dengan kembali menulis. Bagi saya menulis adalah satu cara mengatasi stress.

Saya pun mengatur ulang lagi kurikulum pendidikan sekolahrumah bagi Kristal. Saya sering mendapat pertanyaan mengenai putri saya, apakah sudah sekolah?. Sejak tahun 2018, saya dan suami memang sepakat untuk mendidik anak langsung di rumah alias sekolahrumah atau yang populer dikenal sebagai Homeschooling (HS). Pada dasarnya sekolahrumah adalah model pendidikan yang prosesnya langsung dalam tanggung jawab keluarga sendiri. Jadi, meluruskan anggapan yang kurang tepat mengenai HS yang dianggap sebagai institusi/ lembaga.



Saya kembali mempelajari metode pendidikan anak dari beberapa sumbernya. Saya berdiskusi langsung dengan praktisi HS senior dengan anak yang sudah memasuki jenjang perkuliahan. Pengalaman beliau-beliau ini menjadi harta karun tersendiri bagi saya yang baru memulai praktik HS. Selain itu, saya pun membaca kembali buku-buku parenting di rumah. Saya berharap dapat makin banyak belajar untuk mempersiapkan HS di rumah.

 




Wacana berolahraga pun masuk dalam daftar aktivitas saya kembali. Ditemani dengan NATSBEE Honey Lemon, saya bisa #AsikTanpaToxic menjalani hari-hari bebas stress. Stress yang terlalu lama akan berefek pada kondisi fisik yang tentunya akan mengganggu kesehatan tubuh.¹ Saya bersyukur ada  Natsbee Honey lemon, minuman madu lemon yang rasanya enak dan kaya akan vitamin C yang dapat menjaga kekebalan tubuh.

Pengalaman kehilangan ini sempat membuat stress sehingga kekebalan tubuh menurun. Berdasarkan riset, perasan air jeruk lemon merupakan sumber terbaik dari vitamin C, sedikit vitamin B dan Kalium.² Kandungan vitamin C yang berlimpah pada lemon membantu kerja sistem kekebalan tubuh melawan seumber penyakit.


Photo by rawpixel on Unsplash

Sedangkan madu, telah diteliti dapat mengurangi batuk dan meningkatkan kualitas tidur pada anak-anak.³ Selain itu, madu merupakan salah satu bahan pangan yang diketahui memiliki aktivitas antioksidan. Konsumsi antioksidan juga dikaitkan dengan aktivitas penghambatan terhadap kanker, jantung koroner, radang,proses degenerasi saraf, dan penuaan.⁴ Wah, kalau begini sudah pasti kombinasi menjadi satu minuman dapat menjaga kesehatan tubuh.



Photo by Hunter Trahan on Unsplash


Kombinasi madu dan lemon begitu menyegarkan

Nah, sekarang tidak perlu repot lagi memeras lemon dan mencari madu murni untuk meracik minuman madu lemon karena ada Natsbee Honey Lemon. Minuman madu lemon ini mengandung 100% vitamin C sehingga cocok bagi untuk bersihkan hari aktifmu melawan stress dan polusi. Ditambah lagi kandungan antioksidan dari kandungan madu yang terbukti bermanfaat mencegah proses degeneratif tubuh.


Natsbee menemani HS Kristal



Saya pun telah merasakan sendiri kesegaran Natsbee Honey Lemon. Di sela aktivitas HS Kristal dan pekerjaan rumah yang harus dituntaskan, kehadiran minuman madu lemon ini menjadi immune booster ketika hampir kewalahan dengan pekerjaan. Di dalam Natsbee Honey Lemon, saya mendapatkan manfaat madu dan lemon sekaligus. Dengan begitu, tubuh tetap fit dan saya bisa beraktivitas #AsikTanpaToxic.


Rasa manis dari Natsbee Honey Lemon didominasi oleh madu. Inilah yang membuatnya terasa madu banget. Minuman madu lemon memang cocok bagi mereka yang kurang berselera dengan manisnya gula tebu. Kristal yang sudah menjadi penggemar madu sejak lama begitu menyukai rasa Natsbee Honey Lemon, begitu pun saya.

Setiap pengalaman hidup membuat kita selalu belajar. Rasa sedih ketika kehilangan itu normal, alangkah baiknya jika kita dapat mengelola stress pasca kehilangan itu dengan baik. Ada satu pernyataan yang membuat saya lebih lega.

Be sad and joyful. It is okay to feel sad at times but the key is to not let it control you. Others have survived their grief, and in time you will too. Do enjoyable things because laughter and joy are healers. Remember that celebrating bits of joy doesn’t dishonor your loss.

Sebab hidup masih berlanjut dan saya masih memiliki harapan-harapan lain yang perlu diusahakan. Berlarut-larut dalam kesedihan tidak akan menghasilkan apa-apa. Jadi, lebih baik menjalani aktivitas sehari-hari dengan semangat baru agar hidup makin #AsikTanpaToxic.

“If you want to be happy, do not dwell in the past, do not worry about the future, focus on living fully in the present.”
― Roy T. Bennett, The Light in the Heart







Referensi:
1. Stress symptoms: Effects on your body and behavior. 2016. https://www.mayoclinic.org/healthy-lifestyle/stress-management/in-depth/stress-symptoms/art-20050987

2. Lemon juice, raw nutrution Facts & Calories. http://nutritiondata.self.com/facts/fruits-and-fruit-juices/1938/2

3. Goldman, R. D. (2014). Honey for treatment of cough in children. Canadian Family Physician, 60(12), 1107–1110. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4264806/

4. Chayati, I dan Isnatin Miladiyah. 2014. Kandungan Komponen Fenolat, Kadar Fenolat Total dan Aktivitas Antioksidan Madu dari beberapa daerah di Jawa dan Sumatera. Media Gizi Mikro Indonesia. http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/mgmi/article/view/3872




Gambar diperoleh dari Unsplash.com dan dokumentasi pribadi.


Anak dan kebutuhan bermain

Bermain adalah dunianya anak-anak. Anak-anak selalu senang diajak bermain.  Bahkan sejak lahir pun mereka sudah memiliki kebutuhan bermain. Coba ingat-ingat waktu bayinya anak kita, cukup diajakin main ci luk ba aja udah ketawa kegirangan.

Bermain menjadi sarana anak untuk belajar. Oleh sebab itu, mainan dan kebutuhan bermain anak ibarat smartphone dan kuota (lol) saling membutuhkan. Kuota tanpa hape buat apa, hape tanpa kuota pun tak berdaya. Itu mah ibarat aja ya, walau mirip-mirip dikit sih. Satu hal lagi anak yang usia 3 tahun ke atas itu pasti enggak pernah diam dan melamun, dia seringnya bermain mainan atau sesuatu yang menurutnya bisa dijadikan mainan seperti centong nasi misalnya.



Asal muasal mainan di rumah
Anak diajak ke mal lalu lewat di depan toko mainan pasti dia berhenti terus masuk, keliling eh, tahu-tahu main ambil aja terus dikasih ke emaknya.. lhaa... Emak pusing yang bayarnya.

Sejak jadi orang tua, biasanya kita jadi senang belanja mainan anak. Mulai dari boneka, mobilan, atau bela-belain ikutan arisan aneka mainan edukatif yang lagi rame. Kadang juga, anak dapet mainan dari kakek nenek atau om tantenya. Nah, kalau ini mah sudah pasti tak terelakkan lagi sebab bagi anak menerima mainan sebagai hadiah adalah hal yang paling membahagiakan. Sayangnya, kalau kebanyakan mainan yang menumpuk juga kan jadi bikin interior rumah emak gak instagram-able lagi, wkwk..

Ada satu lagi asal mainan yang dibuat sepenuh hati oleh orang tua di rumah. Hati yang berdesir ketika melihat ide-ide DIY mainan di pinterest bener-bener bikin hati emak serasa jadi emak terbaik. Nyari bahannya di rumah, gunting kertas, ngelem ini itu terus taraaa... Jadi deh mainan bikinan sendiri buat anak, seketika merasa bahagia bagai atlet peraih medali emas Asian Games, eh. 


Ekspektasi vs Realita
Niat hati mengajak anak main gunting aneka pola. Pola sudah dicetak, gunting disiapkan lalu diberi contoh cara menggunting. Anaknya malah membungkus gunting pakai kertas polanya. Duh ya, jadi gemas antara emak kecewa tujuan main jadi batal sama kelakuan anak yang begitu bebas dan kreatif bungkus gunting kek nasi uduk habis itu dibilang "bunda mau beli apa lagi?" Atau tiba-tiba anak berinisiatif sendiri ambil manik berwarna dan mangkuk, lalu bermain sorting color sendiri, tanpa diajak atau diminta, ajaib kan.. wkwkw


Ambil sendiri, main sendiri, insiatif sendiri

Anak-anak mah gitu kok emang, bebas... Apa aja yang bagi kita bukan mainan bagi mereka bisa jadi mainan yang menyenangkan hati. Seperti Kristal dulu senang banget sama plastik kresek. Semua jenis plastik kresek dari yang hitam sampai merk indom**et diisiin mainannya. Apa aja masuk ke dalam plastik mulai dari pensil, kartu, kertas, jepitan, tempelan kulkas sampai boneka. Katanya, "ini belanja Bun" iya nak iya. Di waktu lainnya, dia iseng menyusun benda-benda layaknya pink tower Montessori (waktu itu emak belum bikin Pink Tower). Sungguh kubangga padamu nak, memberdayakan apapun jadi mainan!


Mainan anak
Menara Segala Rupa, coba tebak apa aja yang ada? haha..

Setelah sekian purnama rencana bikin, akhirnya jadi juga.




Bermain memang hakikatnya adalah hak anak. Ini bahkan tertuang dalam peraturan PBB bagian Hak Asasi Manusia.¹ Iya, sepenting itu bermain sampai menjadi hak asasi anak *langsung berasa zalim kalau melarang anak main, duh ya...

Persatuan dokter spesialis anak di Amerika Serikat mengungkapkan bahwa bermain sangat penting untuk perkembangan kognitif, fisik sosial dan emosional anak dan remaja. Bermain juga dapat menjadi kesempatan bagus bagi orang tua untuk membangun ikatan dengan anak-anaknya.² Nah, ini yang kadang kita lupa sebagai orang tua. Anak butuh juga kehadiran jiwa dan raga orang tuanya saat bermain bersama.

Senang kalau ketemu perosotan di mal, langsung ngacir

Tak bisa dipungkiri kehadiran smartphone di tangan orang tua kadang menjadi sekat antara kita dan anak kita. Walaupun raga kita menemani mereka bermain tetapi jiwa dan pikiran kita seringkali menerawang jauh ke dunia maya yang bertempat di berbagai media sosial, feed Instagram, Facebook, grup chat teman-teman dan lainnya. Justru saat bermain bersama itulah, anak-anak akan membentuk memori tentang kita, orang tuanya. Lantas, memori seperti apakah yang ingin kita bangun bersama anak-anak kita?

Menjadi orang tua kadang membuat kita merasa kehilangan waktu kita sendiri. Terlebih bagi orang tua dengan anak-anak balita hingga usia sekolah yang begitu cepat merasa exhausted. Kita mungkin lelah, ingin rehat sejenak setelah 24 jam setiap harinya berkutat dengan anak. Boleh melakukan itu, jika dengan rehat sejenak kita kembali lagi mengasuh anak-anak dengan lebih semangat.

Bermain dengan anak bukan sekedar menemaninya dengan gawai di tangan kita dan anak bermain sendiri. Lalu, ketika anak berbicara kita hanya menjawab "iya, ya dek" tanpa ada kontak mata, sebab kita terlalu sibuk melihat dunia yang lain. Kalau diperhatikan lagi, anak mah enggak perlu mainan yang macam-macam (mahal/ DIY atau apalah), satu hal yang pasti mereka akan lebih bahagia jika bermain bersama jiwa dan raga orang tuanya.


Ikatan, itulah yang dirasakan anak ketika bermain bersama orang tua. Mainan apapun hanya sebagai sarana. Kitalah, orang tuanya yang membangun ikatan itu, menguatkan ikatan itu tiap harinya dengan kontak mata, pelukan, ucapan sayang pada anak-anak.

Ada satu iklan yang mengambil latar dari sudut pandang anak dan orang tua. Saya sampe baper nontonnya, beneran meskipun Kristal belum segede anak-anak di video ini. Ketika para ibu dan ayah ditanya "kapan waktu favorit Anda?" maka ibu dan ayah menjawab dengan penuh keyakinan bahwa waktu favoritnya adalah melakukan hobi tanpa kehadiran anak. Lalu, saat anak ditanya hal yang sama apa jawabannya? Coba lihat sendiri...



Anak sungguh menganggap orang tuanyalah dunianya. Sumber kebahagiaan mereka. *ngetik sambil baper beneran abis ngelihat reaksi ibu, ayah yang pada baper juga lihat jawaban anak-anaknya, huhu....


Kalau yang ini anak-anak ditanya mau melakukan apa sama orang tuanya. Jawabannya lagi-lagi begitu sederhana, ingin melakukan hal yang menyenangkan bersama-sama. Ya, waktu bersama ayah dan ibunya sepenuhnya untuk mereka agar menjadi memori indah, sebab orang tua adalah dunianya anak-anak. Yuk, bermain dengan anak sepenuh jiwa dan raga kita sebagai orang tua! Bermain bersama anak akan membuat anak-anak kita membangun memori indah dan membahagiakan bersama orang tuanya.

Salam mainan dan bermain!







Referensi:
1. Ginsburg, Kenneth R. and the Committee on Communications, and the Committee on Psychosocial Aspects of Child and Family Health. Published online January 02, 2007. PEDIATRICS Vol. 119 No. 1 January 01, 2007 doi: 10.1542/peds.2006-2697

2. Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights. Convention on the Rights of the Child. General Assembly Resolution 44/25 of 20 November 1989. Available at: http://www.unhcr.org/protection/children/50f941fe9/united-nations-convention-rights-child-crc.html




“Eh, kamu sudah follow selebgram ini?” tanya remaja perempuan berbalut seragam putih biru pada teman disebelahnya.
“Siapa itu? Wah, kayaknya belum deh” jawab temannya yang juga berpakaian senada.
Follow dong, bagus-bagus deh isi IG-nya”
“Oh, coba kulihat, wah iya.. jalan-jalan ke luar negeri ya, enak banget” ujarnya sambil menyentuh layar following selebgram itu.



Percakapan demikian berlatar di sekolah memang sudah tidak asing lagi di kalangan siswa-siswi remaja berseragam putih merah, putih biru atau abu-abu. Gegap gempita revolusi industri digital begitu mewabah ke semua kalangan hampir tanpa batas usia. Mulai dari  mahasiswa, pekerja serta orang tua bahkan balita yang sudah lancar bicara saja begitu fasih mengucapkan Youtube pada ibunya.

Saat ini internet sudah menjadi kebutuhan sehari-hari setiap individu. Kebutuhan akan berkomunikasi dengan cepat sudah difasilitasi oleh media sosial. Menurut Ellison (2007), bahwa sebagian besar situs media sosial dapat membantu orang-orang untuk dapat berkomunikasi, mengenal dan dapat terhubung dengan orang lain berdasarkan ketertarikan yang sama. Beberapa orang juga senang berbagi mengenai aktivitas dirinya dan keluarganya di media sosial. Oleh sebab itu, tidak jarang kita temukan foto atau video wisata keluarga, anak remaja berswafoto (selfie) dengan temannya serta informasi lain yang bersifat personal.

Merebaknya penggunaan media sosial yang hampir tak terbatas usia ini membuat keberadaannya bagai pedang bermata dua, khususnya bagi anak-anak. Media sosial yang biasa digunakan anak diantaranya, Facebook, Youtube, Instagram dan Line. Berdasarkan riset PUSKAKOM FISIP UI tahun 2017, anak dan remaja memilih media sosial tersebut karena teman-teman sekitar pun memakainya, fitur dalam media sosial lengkap seperti berkomentar, berbagi informasi (foto, video) dan berkomunikasi (chatting) serta media sosial mudah digunakan dalam aplikasi smartphone (telepon pintar).

Presentase Media Sosial yang diakses. sumber: hootsuite


Pengguna Internet Indonesia.  sumber: hootsuite


Dalam survei penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) tahun 2017 yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia dengan responden sebanyak 9.419 Rumah Tangga dan individu dari 34 provinsi ditemukan bahwa lebih dari setengah masyarakat Indonesia sudah memiliki telepon pintar atau smartphone. Adapun kepemilikan telepon pintar ini akan memudahkan akses terhubung dalam internet sehingga lebih mudah pula akses menuju media sosial. Hasil riset we are social bersama hootsuite menunjukkan bahwa dari 132.7 juta pengguna internet di Indonesia, sebanyak 130 juta-nya adalah pengguna sosial media dengan dominan mengakses internet dari telepon pintar.

Akses internet Indonesia. sumber: hootsuite


Pengguna media sosial. sumber: survei Kominfo 2017
Hasil ini tentunya bukan hal yang mengagetkan bagi kita, mengingat setiap harinya dimanapun kita berada semua orang memiliki smartphone pribadi yang selalu digunakan setiap harinya. Kemudahan berkomunikasi ini juga yang menjadi motivasi orang tua memberikan anak-anaknya telepon pintar. Inilah yang akhirnya menjadi pintu masuk bagi anak ke dalam media sosial. Meskipun Facebook, Instagram, Youtube dan media sosial lainnya sudah membuat aturan minimal 13 tahun bagi pengguna, faktanya masih dapat kita temukan pengguna media sosial berusia kurang dari 13 tahun. Peraturan ini seolah diacuhkan. Ini menunjukkan pentingnya literasi digital bagi anak maupun orang tua dan guru di sekolah.

Dalam penelitian Candra (2013) ditemukan hasil interaksi anak-anak dalam usia 3 hingga 12 tahun dengan internet secara umum dimediasi oleh orang-orang disekitarnya. Orang-orang yang memiliki peran memperkenalkan internet untuk pertama kalinya pada anak-anak, antara lain: orangtuanya (45%), anggota keluarga lain selain orangtua seperti kakak, sepupu atau paman, dan bibi (29%), guru (11%), dan teman (2%). Anak-anak yang menyatakan belajar sendiri secara autodidak sebanyak 10%. Penelitian ini semakin menegaskan bahwa pengaruh orang tua terhadap anak dalam menggunakan media sosial begitu besar.

Anak-anak yang menggunakan media sosial secara bebas dikhawatirkan akan terkena dampak negatif dari penggunaan media sosial tersebut. Faktanya, beberapa kasus penculikan anak perempuan usia belasan di Gorontalo dan Batang diawali dengan pertemanan dengan orang asing di media sosial Facebook. Pelaku berpura-pura menjadi teman korban dengan identitas palsu. Lalu, sering berkomunikasi lewat fitur pesan instan dan akhirnya mengaku jatuh hati pada korban. Pelaku pun merayu korban untuk menjadi teman perempuannya lalu mengajak bertemu.



Hal inilah yang menjadikan keamanan dalam menggunakan media sosial bagi anak perlu diperhatikan orang tua. Mengingat dalam anak merupakan tanggung jawab orang tua dan disinilah pentingnya ada diskusi antara anak dan orang tua mengenai hal positif dan negatif dari penggunaan media sosial. Ini sejalan dengan riset dari Leung dan Lee (2011) yang mengungkapkan bahwa anak atau remaja yang mengakses internet mempunyai beberapa potensi risiko karena mereka bertemu dengan orang yang mungkin bisa membahayakan dirinya, terpapar dengan konten penyimpangan sosial, terhubung dengan pedophilia, terpapar dengan konten pornografi/kekerasan/kebencian, tereksploitasi secara komersial, terganggu privasinya, dan terhubung dengan orang yang tidak dikehendaki.

Sebagai orang tua pastinya kita tidak ingin anak mengalami hal-hal buruk selama berkomunikasi lewat sosial media. Bukankah cukup kasus Bowo Tiktok yang dipenuhi dengan perundungan (bullying) dari warganet se-Indonesia menjadi pelajaran bagi kita semua? Seorang remaja menjadi terkenal lalu dirundung oleh seluruh warganet di sosial media sampai-sampai sang ibu harus merelakan keluar dari pekerjaannya karena tak sanggup menahan perundungan terhadap anaknya. Dampak negatif ini tentu tidak diharapkan oleh orang tua namun ketika anak sudah mengenal media sosial maka ia akan berisiko mengalami hal negatif.

Orang tua sebagai pelindung anak, bertanggung jawab untuk mengawasi penggunaan sosial media bagi anak. Oleh sebab itulah, diperlukan pengasuhan yang berkualitas, berwawasan, keterampilan dan pemahaman yang komprehensif dalam pemenuhan hak dan perlindungan anak. Sebagaimana pesan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise dalam rangka Hari Anak Nasional bulan Juli lalu bahwa Keluarga mempunyai peran untuk melindungi anak dengan memberikan pola asuh yang sesuai dengan prinsip yang digunakan dalam pembangunan Anak Indonesia, yang mengacu pada KHA (Konvensi Hak Anak). Hak-hak tersebut diantaranya, Non Diskriminasi; Kepentingan Terbaik bagi Anak; Hak Hidup, Kelangsungan Hidup, dan Perkembangan; dan Menghargai Pandangan Anak. Pesan lengkapnya dapat dibaca di sini Peringati Hari Anak Nasional, ini pesan Ibu Menteri PPPA.

Di era yang serba digital ini semua dapat diperoleh cukup dengan satu sentuhan jari. Internet dengan kecanggihannya mampu membuat kita tidak perlu pergi jauh untuk berbelanja, mudah berkomunikasi dengan keluarga dan kerabat yang jauh sekalipun berbeda benua sampai mendapatkan informasi terbaru. Berbagai kemudahan ini hendaknya tidak menjadikan kita lalai sebagai orang tua yang tetap perlu menemani anak-anak kita belajar tentang kehidupan di era digital. Oleh sebab itu, diperlukan keterlibatan seluruh anggota keluarga baik Ayah, Ibu, Kakek, Nenek serta Om dan Tante dalam mengawal anak-anak menggunakan media sosial.

Kerjasama ini sangat penting, mengingat konsistensi dalam mendidik perlu diterapkan agar anak memiliki pendirian yang kuat. Ketika ada aturan dari orang tua, maka dari anggota keluarga yang lain pun aturan yang sama tetap berlaku. Sehingga anak tahu cara mengendalikan diri dalam menggunakan media sosial. Oleh sebab itu, penting bagi orang tua menyiapkan anak pemahaman mendasar mengenai penggunaan media sosial. Berikut ini hal-hal yang dapat dilakukan orang tua dalam mendidik anak-anak untuk cerdas bermedia sosial:
  1. Fokus pada aspek positif media sosial dengan menjelaskan dapat mengikuti teman-teman atau tokoh yang memberikan contoh yang baik.
  2. Membuat jadwal daring saat di rumah sehingga anak dapat mengendalikan dan tahu batasan mengakses media sosial.
  3. Bersama anak mencoba aktivitas lainnya seperti olahraga luar ruang atau hobi berjalan-jalan yang tidak melulu berhubungan dengan media sosial.
  4. Diskusikan dengan anak bagaimana menggunakan media sosial agar bisa berbagi informasi dan ilmu, misalnya dengan membuat tutorial atau diskusi materi belajar.



Menjadi orang tua akan selalu menghadapi tantangan dalam mendidik anak. Di era digital saat ini orang tua ditantang untuk selalu terlibat mendidik di dunia nyata dan maya. Berbagai aspek positif dan negatif dari media sosial pastinya harus didiskusikan dengan anak. Dengan begitu, anak akan memilki dasar pendirian yang baik dan bijak dalam menggunakan media sosial. Ayo jadi #sahabatKeluarga yang bijak ajak anak cerdas bermedia sosial.






What is interesting is the power and the impact of social media... So we must try to use social media in a good way. 
-Malala Yousafzai
 #sahabatKeluarga


Referensi:
Ellison, N. B., Steinfield, C., & Lampe, C. (2007). The benefits of facebook "friends: " Social capital and college students' use of online social network sites. Journal of Computer-Mediated Communication, 12(4), 1143-1168. DOI: 10.1111/j.1083-6101.2007.00367.x

Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. (2017). Survei Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).

Leung, Loius&  Paul S.N. Lee. (2011).The influences of information literacy, internet addiction and parenting styles on internet risks. New Media & Society Vol 14, Issue 1, pp. 117 - 136 https://doi.org/10.1177/1461444811410406

Puspita Adiyani Candra, 2009 (2013) PENGGUNAAN INTERNET PADA ANAK-ANAK Studi Deskriptif tentang Penggunaan Internet pada Anak - Anak Sekolah Usia 6-12 Tahun di Kota Surabaya. Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.