Sejatinya kita tak sungguh benar-benar berpisah karena kau
selalu dihatiku. Kau pasti tidak tahu ini, bukan? Mengenalmu adalah hadiah
termanis dari Tuhan untukku. Terlalu banyak kau buat hari-hariku yang biasa
membosankan menjadi begitu berharga di tiap detiknya.
Kala itu kau hanya seorang yang baru kukenal. Kau tahu apa
yang membuatku penasaran? Sifatmu yang
kekanak-kanakan, ya itulah dirimu yang aneh. Aku yang merasa lebih tua dan
seharusnya lebih dewasa darimu berhasil kembali ke sifat anak-anak setiap kali
bersamamu.
Kau dengan pesona kekanak-kanakanmu tetapi tidak sok imut
atau bahkan sok centil seperti jebakan bagiku. Kau tahu bahwa aku terjebak? Ya,
aku terjebak kekanak-kanakanmu yang elegan sehingga aku pun hampir merasa
mengalami regresi kedewasaan. Haha.
Aku merasa menjadi
lebih muda lima tahun dari umurku sebenarnya yang telah memasuki 30-an. Usiamu
pun tak jauh dariku, hanya selang empat tahun lebih muda. Tetapi mengapa setiap
kita bersama aku selalu merasakan usiaku dan kau sama di usia 24 tahun? Apakah
kau punya kekuatan untuk mengatur dimensi waktu setiap kau berbicara? Ataukah
waktu menjalankan tugasnya dengan memundurkan masa kini?
Kau, sungguh membuatku terjebak dalam obrolan ringan gaya
anak-anakmu. Aku heran padamu yang selau saja bertingkah aneh hingga berhasil
membuatku menyunggingkan senyum bahkan tawa lepas. Kau tahu aku ini dingin,
pasti kau tau tahu, jarang orang lain memergokiku tertawa. Akan tetapi, kau ya
kaulah yang menjuarai sistem saraf otonomku sampai-sampai aku tak mampu lagi
mengendalikan tawaku.
Saat bertemu kau, rasanya aku macam jadi bocah yang
menemukan potongan puzzle yang selama ini kucari. Tidak, aku tidak
berbunga-bunga layaknya orang yang jatuh cinta, eh loh, mengapa jadi membahas
jatuh cinta? Oh, sudah lupakan itu. Kau, dengan hangatmu sungguh sukses
membuatku nyaman. Seperti hangatnya mentari di pagi hari, membawa berkas cahaya
yang menerobos di tiap relung jiwaku.
Ah, tidak, ada apa ini? Mengapa aku menjadi puitis? Padahal belum
pernah aku tercemar oleh bahasa yang puitis. Lantas, darimana datangnya
kosakata-kosakata puitis itu? Kau, ya, aku sangat yakin kau yang menginfeksi
diriku, pikiranku hingga menjadi puitis seperti ini. Tetapi, aku hanya berani
berpuitis sendirian dan aku lebih suka begitu, tak diketahui orang lain. Apa jadinya
jika yang lain tahu bahwa aku berbahasa puitis, mengeluarkan kalimat-kalimat
indah? Ah, sungguh aku tidak cukup percaya diri dan lebih baik aku menyimpan
ini sendiri saja dulu.
Kau tahu kini duniaku terasa lebih berwarna karena kau. Pasti
kau tak tahu itu sebab aku tak mampu menyatakannya secara langsung. Aku tidak
cukup berani dan yah aku hanya ingin menikmati setiap bentuk keindahan kala
bersamamu tanpa kau perlu tahu apa warna hatiku kini. Layaknya pelangi, kau
menjadi pelengkap diantara indahnya tujuh dispersi cahaya putih itu. Ah, apa
ini? Bahasaku jadi seperti ini, aneh sungguh. Aku belajar memahami di tiap
waktu pertemuan kita, kebersamaan kita, celotehan ringan darimu yang ya semua
itu merupakan hal baru di waktuku. Biarkan aku memahami sedikit lebih baik
makna kau bagiku. Sedikit waktu untuk menguatkan sebuah keyakinan bahwa memang
kau yang mampu mengisi relung jiwa.
Tuhan tahu betul rasa hatiku ini, ya kan Tuhan? Aku hanya
ingin mempelajari, memahami tiap rasa hati yang Kau titipkan. Meski mungkin tak
banyak waktu yang ada. Tetapi, aku belajar membuat kesempatan di tiap waktunya,
sebuah kesempatan untuk bertanggung jawab atas rasa. Oh, sudahlah ini semua. Aku
rasa cukup berbahasa puitisnya, hahaa. Kuharap kau tak perlu tahu bahwa ya, aku
secara resmi telah menjadi pengagum rahasiamu, gadis.
Be First to Post Comment !
Post a Comment
Hi! Thanks for reading! Please give your comment here..
Mohon maaf link hidup dan spam akan otomatis terhapus ya