Saat ini Indonesia mengalami triple burden masalah gizi, yaitu stunting, obesitas dan penyakit tidak menular (PTM).
-Global Nutrition Report 2017

Sebagaimana laporan Global Nutrition, ada tiga masalah yang menjadi beban bagi negara kedepannya. Lantas, apakah kita rela masa depan negara ini dipenuhi oleh warganya yang tidak sehat? Inilah yang membuat masalah gizi dalam masyarakat bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja melainkan juga berbagai stakeholder dan pihak terkait. 




Atas dasar itu pula Danone Indonesia turut memberikan perhatian, khususnya pada kasus stunting. Sarihusada yang merupakan bagian dari Danone Nutricia Early Life Nutrition sangat peduli akan gizi di 1000 hari pertama kehidupan. Oleh sebab itu, dalam rangka Hari Gizi 2018, Sarihusada Nutrisi untuk Bangsa mengadakan Talkshow Kesehatan "Menyediakan Gizi Terbaik dalam Periode 1000 Hari Kehidupan Pertama (1000 HPK)."

Assalamu'alaykum warahmatullahi...

Sepanjang usia saya tinggal di Jakarta belum pernah sekali pun tahu ada perpustakaan yang dikelola negara. *Haduhh,, kemana aje mpok? wkwkw... Baru tahu ada Perpustakaan Umum Daerah di deket Gandaria waktu SMA. Itu juga tahu karena apa coba? Karena ada plang di pinggir jalan deket lampu merah yang dilewati rute bus menuju rumah dari SMA di Blok M. Sungguh besar faedah plang sebagai penujuk tempat emang!




Terus setelah tahu ada perpustakaan di situ apakah saya pergi ke sana? Jawabannya adalah ENGGAK PERNAH.. hahaha...

Jaman dulu emang parah dah, kalau maen maunya ke mall tapi perginya ke toko buku. Ini bertujuan untuk bisa baca buku yang udah dibuka segelan plastiknya. Udah gitu dibaca sambil nongkrong wkwkw..

duh, kelabu amat~~

Tapi semua berubah ketika saya mulai kuliah. Keterbatasan uang untuk beli buku ASLI menyebabkan saya mesti rajin ke perpustakaan buat nyari buku referensi. Kalau enggak punya buku yha mana bisa tugas selesai. Bahkan saking rajinnya saya dulu adalah penggemar setia perpustakaan pusat UI yang masih terletak di tengah hutan deket rektorat. Tempatnya bener jauh dan kalau ke sana lewat rektorat pasti lewatin menara air yang sepi banget haha, udah gitu mah kita jalan kaki pula *waktu belum ada sepeda kuning.

Coba kau sebut apa itu kalau bukan cinta... eeaaa~

Yhaa.. jadi kangen perpus yang dulu.. tsaahh~~

Nah, jaman sekarang kesadaran literasi meningkat pesat.. lumayanlah ya daripada jaman eike kecil hahay! Perpustakaan dibenahi oleh pemerintah, dibuat menarik dan fasilitas yang lengkap. Pol-polan deh pokoknyaa.


 Alhamdulillah, perpustakaan sekarang udah ada ruang khusus anak-anak. Sebab itulah, saya ajak Kristal mengunjungi Perpusnas RI yang berada tepat di sebelah Balaikota. Sempat bingung karena saya malah turun di pintu belakang Balaikota, nyariin perpusnya di sebelah mana kok kaga ada.

VIA GIPHY

Akhirnya ketemu jugaaa... Masuk ke gedung pertama kita akan disuguhi beberapa ruangan berisi audiovisual mengenai sejarah perpustakaan dan literasi di Indonesia. Ada pajangan sepeda yang jaman dulu pernah dipakai untuk perpustakaan keliling. Wah, area ini cukup bagus sih buat difoto. Selain itu, sangat cocok untuk anak-anak usia sekolah.



Kalau ditanya mana gedung barunya itu berada tepat di belakang gedung pertama. Awalanya memang perpustakaan hanya terdiri dari 3 lantai. Nah, gedung yang baru dibangun ini dibuat 27 lantai dengan penambahan beberapa koleksi khusus. Termasuk koleksi digital dalam bentuk manuskrip, monograf, audio dan video.

Sumber: Kumparan
Pertama kali masuk kamu mungkin akan terpana dengan jajaran banyak buku yang dipajang bak rak buku raksasa. Reaksi saya adalah aaaakkkk.... apaan nih sampe begini.. bagus beneer. *girang*




Kita naik ke lantai dua dan bertemu petugas keamanan yang begitu ramah. Alhamdulillah ya, gak kalah sama mall deh. Aku suka.




Di lantai 2 ini merupakan tempat pendaftaran anggota baru serta peminjaman loker untuk menyimpan barang-barang kita. Saya bikin kartu anggota perpus langsung mengisi form online di jajaran komputer yang disediakan. Setelah selesai akan tercetak langsung nomor antrian kita. Nah, kita nunggu lagi deh untuk dipanggil ke konter. Di konter kita akan difoto via webcam. Selain itu juga ditanyakan beberapa data yang emang butuh.



Pendaftarannya GRATIS kok! Peminjaman loker juga gratis. Nah, sayangnya kita gak boleh bawa tas gede-gede kalau ke tempat buku. Jadi, perlu bawa tas kecil buat nyimpen handphone sama dompet juga air minum. Waktu saya datang ke layanan anak ada lagi loker buat nyimpen barang bawaan. Jadi gak perlu takut gak boleh bawa air minum, boleh kok tapi disimpen dalam loker yang kuncinya kita pegang sendiri.


Ketika melangkahkan kaki ke dalam layanan si Kristal tampak berbinar-binar! Iyalah, di depan matanya ada banyak mainan yang gak dimiliki di rumah gitu, haha.. *duh ya neng..

Ada mainan rumah-rumahan gitu, ayunan dan perosotan serta mobil odong-odong. Koleksi buku anaknya pun tersimpan rapi dalam rak. Mulai dari buku balita yang belinya pake cicilan ada, buku fiksi anak sekolah ada sampai ensiklopedia macam-macam ada...



Interiornya saya suka banget! Cerah dan ada ilustrasi dari cerita daerah di tiang-tiang penopang besar. Dindingnya juga dihias dengan ilustrasi anak Indonesia. Di satu sisi disediakan sofa dan meja yang cukup nyaman selain itu dapat juga membaca buku sambil duduk di karpet.





Di layanan anak lantai 7 ini buku yang ada tidak bisa dipinjamkan hanya untuk dibaca di tempat. Namun, untuk meminjam buku dapat mencari dulu judulnya secara online (di komputer lantai 2) nanti akan keluar lokasi dimana buku berada. Dengan begitu, kita tidak perlu keliling semua lantai perpustakaan cukup dengan menandai di lantai mana buku yang kita cari bisa dipinjam.


Saya berkunjung tahun 2017, saat itu masih belum bisa meminjam buku (karena masih dalam proses penyimpanan database kata petugasnya). Karena itu pula, masih belum ada aturan jumlah berapa banyak buku yang bisa dipinjam. Kemungkinan bisa berubah dari yang awalanya hanya sekian jadi lebih banyak *ini mah harapan saya wkwk...

Yuk, jalan-jalan ke perpustakaan...!!



[Sponsored Post]



Melihat timbangan dan alat ukur tinggi di Posyandu membuatku merasa ketar-ketir. Jantung berdebar, harap-harap cemas apakah berat dan tinggi badan anakku akan berada pada garis normal atau kurang. Ya, kurang berat dan tinggi badan yang memang tidak sehat bahkan berbahaya bagi masa depan anakku. Lantas, ibu manakah di dunia ini yang ingin anaknya terkena stunting? Kurasa tidak ada yang mau jika mereka tahu dan mengerti akibat buruk dari stunting.





Ilustrasi cerita tersebut adalah pengalaman nyata saya sendiri ketika menjadi ibu dari bayi berusia 4 bulan. Pada saat itu, putri saya memiliki kesulitan menyusui sehingga selain menyusui langsung saya harus memompa air susu ibu (ASI) saya lalu memberikannya kembali pada bayi saya. Berat? Wah, jelas gak usah ditanya lagi rasanya..

                                                Baca Juga: Pengalaman Relaktasi


Alhamdulillah, kalau bukan karena kuasa Allah yang maha baik saya mungkin sudah menyerah dalam memberikan ASI eksklusif. Lalu, putri saya mungkin akan berisiko terkena stunting. Tiga tahun lalu saya sendiri belum banyak mendengar informasi mengenai stunting seperti yang sekarang sudah ramai dikampanyekan Kementerian Kesehatan. Oleh sebab itu, saya mau menceritakan mengenai dampak stunting bagi masa depan anak-anak dan negeri kita.


Bertempat di Jakarta, Tempo mengadakan acara Ngobrol Tempo dengan tajuk diskusi “Bibit Unggul untuk Indonesia Hebat: Mencegah Stunting, Meningkatkan Daya Saing Bangsa”. Diskusi kali ini bukan cuma membahas stunting dari sudut pandang kesehatan saja tetapi juga sisi ekonomi nasional. Dengan begitu, diharapkan masyarakat memahami dampak stunting yang ternyata begitu besar bagi negara.




Narasumber diskusi kali ini diantaranya Fasli Jalal yang merupakan Dewan Pembina Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesian (PDGMI), Sri Enny Hartati Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) serta Iing Mursalin sebagai Direktur Proyek Kesehatan dan Gizi berbasis Masyarakat untuk mengurangi Stunting (PKGBM) Millenium Challenge Corporation (MCA) Indonesia. Selain itu, hadir pula Yanuar Nugroho selaku Deputi II Kepala Staf Kepresidenan.


Menurut PBB, kasus gagal tumbuh/ perawakan pendek (stunting) terjadi akibat kurang gizi kronik. Diawali dari indikator gizi yang hanya dilihat dari perbandingan berat badan dan usia anak. Ternyata berkembangnya penelitian mengenai pertumbuhan anak menunjukkan bahwa kurang gizi di 1000 hari pertama kehidupan akan berdampak pula bagi perkembangan dan fungsi otak. Kemampuan intelektual anak yang stunting terganggu akibat rendahnya pertumbuhan sel otak di periode emas 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000HPK).


Penurunan berat badan anak yang kurang gizi akan dikompensasi dengan penurunan tinggi badan demi mempertahankan status gizi baik. Ketika anak mengalami gizi kurang lalu berat badannya turun maka tubuh akan melakukan adaptasi berupa penurunan tinggi badan. Ini dilakukan tubuh demi memenuhi gizi agar tetap tercukupi tidak. Anak memang tampak baik-baik saja sebab memang dilihat dari berat badan per usia status gizinya cukup.



Gerakan Pemenuhan Gizi di 1000 Hari Pertama Kehidupan diinisiasi oleh Ban Ki Moon (Sekretaris Jendral PBB) sudah berjalan selama 7 tahun. Ada pemaparan yang menarik dari Bapak Fasli Jalal, bahwa selain makanan yang kurang bergizi, ternyata cacingan juga menyumbangkan kekurangan nutrisi anak karena cacing mencuri nutrisi yang dibutuhkan anak. Jadi, walaupun orang tua menyediakan makanan bergizi bagi anak tetapi tidak membiasakan hidup bersih seperti cuci tangan maka makanan bergizi yang dikonsumsi anak akan dicuri oleh cacing. Lagi-lagi perkara stunting bukan   hanya masalah ekonomi tetapi juga masalah akses kebersihan berupa pendidikan kesehatan dan kebersihan lingkungan.


Sri Enny Hartati Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memaparkan bahwa persoalan pangan merupakan masalah di negeri agraris seperti Indonesia. Faktor sumber daya manusia berkualitas yang salah satunya adalah berkualitas secara fisik. Jika kondisi ini tidak dapat dipenuhi maka jangan harap negara kita maju.


Masalah kemiskinan dan kesehatan ibarat lingkaran setan dalam masalah ekonomi. Kenapa dia kurang gizi? Karena miskin. Kenapa miskin? Karena kurang pendidikan. Kenapa kurang pendidikan? Karena miskin.. begitu seterusnya.. Jika ini terus dibiarkan maka kehidupan dan daya saing anak cucu kita sulit diharapkan di masa depan.


Narasumber berikutnya adalah Kang Iing Mursalin sebagai Direktur Proyek Kesehatan dan Gizi berbasis Masyarakat untuk mengurangi Stunting (PKGBM) MCA Indonesia. Ada 3 kegiatan besar yg dilakukan yaitu, kerjasama dengan pemberdayaan masyarakat, kedua peningkatan kapasitas kesehatan dan ketiga kampanye meningkatkan kesadaran gizi.


Tenaga kesehatan di Puskesmas dan kader posyandu diberikan pelatihan untuk memberikan edukasi gizi. Perilaku masyarakat terkait sanitasi yang masih rendah menyumbang juga dalam masalah stunting. Selain itu, anemia yang cenderung tinggi pada ibu hamil juga diintervensi dengan memberikan tambahan zat besi untuk mencegah stunting. Kegiatan melibatkan masyarakat cukup membuat perubahan bermakna dalam mencegah Stunting.


Bagaimana pemerintah memfasilitasi inisiatif gerakan CEGAH STUNTING dinarasikan oleh Yanuar Nugroho selaku Deputi II Kepala Staf Kepresidenan. Jika kita bicara stunting maka sudah dipastikan ini merupakan kondisi struktural. Hal ini mengindikasikan adanya permasalahan sistemik di masyarakat. Dampaknya sudah pasti akan mempengaruhi satu generasi.


Menurut Yanuar Nugroho, Cegah Stunting harus diupayakan secara sistematis dengan kerjasama lintas sektor. Anggaran yang disediakan sepertiga dari daerah dan sepertiga dari pusat dengan desentralisasi dari Pemerintah Daerah. Kita dapat mengupayakan penganan lokal menjadi pemenuh gizi yang utama bukan makanan manis (yang hanya mengandung gula). Indikator yang paling mudah adalah tinggi badan anak untuk dapat diketahui anak tersebut stunting atau tidak.


Selain itu, konseling terhadap pola makan harus dilakukan kepada pengasuh dan orang tua. Sanitasi, akses listrik dan rasio produksi konsumsi merupakan ketiga hal yang menjadi indikator pembangunan untuk mencegah stunting.


Setelah mengikuti diskusi ini saya jadi membayangkan kondisi yang secara fisik seperti jalan rusak, banjir atau tidak adanya akses listrik memang turut menyumbangkan angka stunting pada balita di daerah lain di Indonesia. Sehingga bukan hanya faktor ekonomi seperti ketidakmampuan menyediakan makanan bergizi saja yang menjadi penyebab utama. Selain itu, perlu diperhatikan juga perilaku hidup bersih seperti mencuci tangan sebelum makan dan memperhatikan kandungan gizi yang dimakan perlu untuk diedukasi kepada orang tua dan pengasuh.

Gizi dan stimulasi perkembangan anak yang tepat akan mampu mengejar ketertinggalan akibat stunting. Ternyata bukan hanya kaya miskin penyebab stunting tapi literasi dan gaya hidup sehat yang minimal di masyarakat. Jadi, jangan biarkan anak-anak kita menjadi korban stunting!