Kemiskinan yang kubenci

15:31

-->
“Susah ya, hidup jadi orang miskin begini…
“Biar aja Pak, yang penting kita masih ada iman”
“Iman sih iman, tapi kalau sudah kelamaan begini… huuh”

-->
Kekesalannya terhadap kemiskinan sudah hampir memuncak. Namun, setiap saat kesalnya memuncak Sang istri dengan setia menyejukkan hatinya yang panas dengan ucapan yang sesegar air gunung. Selalu setia dengan iman kepada Allah adalah lebih penting dari harta apapun di dunia ini. Meski ia tak jarang juga mengutuki kemiskinan yang sudah dirasakan selama bertahun-tahun.

Kemiskinan membuat ia dan keluarganya tidak bisa makan tiga kali sehari. Jikalau makan pun hanya sehari sekali itu pun dengan nasi putih dan ikan asin. Bahkan beberapa hari terakhir mereka hanya makan nasi dengan garam. Terkadang jika ada uang lebih hanya bisa membeli tempe satu kotak. Namun, tempe itu bukan dimasak seperti biasa dengan digoreng tetapi dihancurkan lalu dicampur untuk direbus bersama nasi.

Hal yang paling memilukan baginya adalah ketika anaknya yang berusia empat tahun sakit. Ketika itu dia sedang menggarami ikan di penjemuran. Seorang teman memanggilnya dan memberi kabar sakit anaknya semakin parah. Ia segera berlari untuk pulang ke rumah dan melupakan jemuran ikannya. Namun, kedatangannya kalah cepat dengan malaikat yang menjemput sang anak. Anaknya meninggal karena sakit.

Ia merasa sangat tertohok dengan kejadian meninggalnya sang putri. Istrinya yang saat itu menemani putri mereka saat menghadapi malaikat maut sudah banjir air mata. Tak sanggup lagi berbicara karena tak kuat menahan kesedihan. Kemiskinan membuat ia tak mampu membawa putrinya berobat. Sekali lagi, ia semakin membenci kemiskinan.

Bahkan uang untuk pemakaman putrinya hasil pinjaman dari tetangga. Sebenarnya tetangganya menganggap uang itu sebagai sedekah jadi ia tak perlu mengembalikan. Tetapi, ini membuat rasa bersalahnya timbul lagi karena merasa tak mampu menghidupi putrinya selama hidup bahkan sampai saat putrinya dipanggil Allah.

Sekarang, hanya ia dan istrinya yang hidup di rumah itu. Tak ada lagi putri kecil mereka yang selalu tersenyum dan tertawa setiap ia pulang dari penjemuran ikan. Istrinya yang sangat ia sayangi masih bersedih karena kematian putri mereka. Sekarang, saatnyalah aku yang memberikan kesejukan di hatimu dengan ucapanku, istriku, ucapnya dalam hati.
Aku paham kesedihanmu, sayang
Aku pun demikian sedihnya
Cobalah kau tersenyum, tidakkah kau sadar
Dari rumah barunya di sana, putri kecil kita sedang melihat kita
Apakah kau ingin ia menjadi sedih jika melihat kau sekarang pun bersedih
Maka berikanlah senyumanmu seperti dulu untuk putri kecil kita di rumah barunya
Berdoalah semoga nantinya kita bisa bertemu lagi di surga Allah
Hilangkanlah tangis dan air matamu sayang
Karena inilah kehendak Allah, dan kita harus menerimanya
Inilah tanda cinta Allah kepada kita
Sekarang mari berdoa semoga Allah senantiasa menguatkan kita selama hidup di sini
Dan juga memberkahi hidup kita melalui kemiskinan ini
Sungguh sebuah kekayaan yang tak ternilai bagiku di dunia ini melainkan, engkau istriku
Tak tergantikan oleh uang sebanyak apapun, emas sebesar apapun
Karena Allah yang menjodohkan kita dan selalu memberkahi hidup kita
Semoga cinta kita abadi dan bernilai di mata Allah

Sang istri pun tertegun mendengar ucapan dari suaminya. Hatinya bagai mendapat sebuah siraman air sedingin salju namun menyejukkan. Air matanya terhenti dan bibirnya menyunggingkan senyuman hangat yang selalu ia berikan untuk suami dan putrinya. Kemudian, ia dan suaminya berwudhu untuk melaksanakan shalat.

Hayooo… tebak cerita di atas ini fiktif atau fakta???
Yang bener tebakannya : Jago..hehe
Sebenernya kisah ini diambil dari kenyataan-kenyataan yang shiva lihat dan analisis dari kehidupan. Ngomongin orang miskin, berarti bukan Cuma ngomongin satu atau dua pengemis atau pengamen. Akan tetapi, juga ngomongin berjuta-juta orang miskin di luar sana. Kemiskinan membuat mereka hidup di bawah standar kelayakan. Miskin bagi orang miskin adalah sesuatu yang mereka benci namun mereka pun tak bisa berpaling darinya.
Kehidupan dalam kemiskinan adalah sahabat sejati mereka. Bukan karena malas. Sekali lagi bukan. Kalau dari pandangan shiva sendiri, orang miskin sekarang ini adalah orang-orang korban hasil pendzaliman. Ya, rakyat dizalimi, dibikin susah hidupnya. Sama siapa? Sama birokratnyalah!! Pemimpin kurang peduli terhadap nasib rakyat kecil. Jelas dong, mereka kan hidupnya enak, nyaman, bisa makan enak kemana-mana gampang.
Kalau inget cerita saat Umar ra. jadi pemimpin, yang dia lagi keliling rumah rakyatnya buat melihat kondisi rakyatnya, pas dia lewat ada suara anak kecil nangis terus ibunya bilang sabar ya anakku masakannya belum matang sambil meninabobokan anaknya supaya tertidur dan lupa akan rasa laparnya. Padahal yang direbus oleh sang ibu adalah BATU!!! Umar pun otomatis mengambil sekarung gandum/beras ya (pkoknya itu dah, lupa saya) dari rumahnya dan memanggul karung itu sendiri. Ketika ada penjaga yang menawarkan bantuan untuk dibawakan. Umar menolak dan berkata apakah kau mau memanggul dosaku nanti di akhirat, biarlah ini kewajibanku.
Sampul buku tentang nasib orang miskin
Sampai segitu besarnya rasa bersalah Umar ra karena ada rakyatnya yang kelaparan. Aksinya nyata, real, langsung, gak bertele-tele. Coba kalau melihat pemimpin di negeri ini, ada gitu yang macam Umar??
Sedih banget rasanya, nulis ini pun dengan rasa prihatin mendalam pada jutaan rakyat miskin yang terzalimi di luar sana. Shiva hanya berharap, semoga nantinya bisa memberi manfaat melalui ilmu dan segala kemampuan yang ada dari diri shiva. Berharap besar suatu hari nanti akan jadi orang besar yang memperhatikan dan peduli dengan rakyat, kayak Umar ra. Yang selalu aware, dan Do More untuk rakyat.
dan orang miskin pun gak akan dilarang sakit lagi
Amin.  
lantai dasar rumah, 22nd July 2010
Be First to Post Comment !
Post a Comment

Hi! Thanks for reading! Please give your comment here..

Mohon maaf link hidup dan spam akan otomatis terhapus ya